Arsul Sani, hakim konstitusi yang dipilih oleh DPR RI, menghadapi tudingan bahwa ia memiliki ijazah doktoral palsu. Soedeson Tandra, anggota Komisi III DPR RI, menanggapi jakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arsul Sani dengan meminta klarifikasi tentang dugaan tersebut.
Tandra berpendapat bahwa sebagai pejabat publik,Arsul Sani harus menjelaskan kepada masyarakat tentang tudingan itu. Menurutnya, klarifikasi terhadap publik adalah bentuk pertanggungjawaban. "Ya jadi gini, beliau itu kan pejabat publik kalau ada keraguan itu kan bentuk dari transparansi, ya beliau harus mengungkapkan dan menjelaskan kepada masyarakat," kata Tandra.
Tandra juga menyebut bahwa proses mendapatkan gelar doktoral yang panjang. Ia sendiri memiliki pengalaman sebagai ilmuwan "by research" yang membutuhkan waktu satu tahun kuliah. "Saya juga by research, tapi harus satu tahun kuliah itu," ungkap Tandra.
Legislator Golkar ini menyatakan bahwa hakim MK memiliki tanggung jawab moral untuk berbicara kepada publik. Ia mengatakan bahwa pembuktian keabsahan suatu ijazah mudah saja dengan mengonfirmasi ke kampus terkait. "Jadi beliau harus jelaskan beliau punya tanggung jawab moral, tanggung jawab etik sebagai pejabat publik yang harus terbuka," kata Tandra.
Tandra juga menanggapi pernyataan Ketua MKMK, I Dewa Gede Palguna, yang heran mengapa pelapor mengadu ke Bareskrim padahal DPR yang menjadi pengusul Arsul Sani sebagai Hakim MK. Tandra menilai DPR mengedepankan asas praduga tak bersalah, ia khawatir jika DPR yang membuka akan ada dugaan dipolitisasi.
"Jadi gini loh, bagaimana kita DPR bisa membuka, kita kan ndak boleh dong, praduga bersalah itu nggak boleh kita, ya kan," ujar Tandra. "Akhirnya kepolisian dong ya kan, pelapornya ada dugaan begitu, beliau dateng klarifikasi, ya toh. Kalau lembaga DPR nanti takut dipolitisir lagi ya kan," sambungnya.
Tandra berpendapat bahwa sebagai pejabat publik,Arsul Sani harus menjelaskan kepada masyarakat tentang tudingan itu. Menurutnya, klarifikasi terhadap publik adalah bentuk pertanggungjawaban. "Ya jadi gini, beliau itu kan pejabat publik kalau ada keraguan itu kan bentuk dari transparansi, ya beliau harus mengungkapkan dan menjelaskan kepada masyarakat," kata Tandra.
Tandra juga menyebut bahwa proses mendapatkan gelar doktoral yang panjang. Ia sendiri memiliki pengalaman sebagai ilmuwan "by research" yang membutuhkan waktu satu tahun kuliah. "Saya juga by research, tapi harus satu tahun kuliah itu," ungkap Tandra.
Legislator Golkar ini menyatakan bahwa hakim MK memiliki tanggung jawab moral untuk berbicara kepada publik. Ia mengatakan bahwa pembuktian keabsahan suatu ijazah mudah saja dengan mengonfirmasi ke kampus terkait. "Jadi beliau harus jelaskan beliau punya tanggung jawab moral, tanggung jawab etik sebagai pejabat publik yang harus terbuka," kata Tandra.
Tandra juga menanggapi pernyataan Ketua MKMK, I Dewa Gede Palguna, yang heran mengapa pelapor mengadu ke Bareskrim padahal DPR yang menjadi pengusul Arsul Sani sebagai Hakim MK. Tandra menilai DPR mengedepankan asas praduga tak bersalah, ia khawatir jika DPR yang membuka akan ada dugaan dipolitisasi.
"Jadi gini loh, bagaimana kita DPR bisa membuka, kita kan ndak boleh dong, praduga bersalah itu nggak boleh kita, ya kan," ujar Tandra. "Akhirnya kepolisian dong ya kan, pelapornya ada dugaan begitu, beliau dateng klarifikasi, ya toh. Kalau lembaga DPR nanti takut dipolitisir lagi ya kan," sambungnya.