Pertamina Jadi Fokus Kasus Korupsi Rp 285 Triliun, Siapa yang Menjadi Terdakwa?
Kasus korupsi terkait impor bahan bakar minyak dan penjualan solar nonsubsidi yang digelutkan PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN) telah memanas di Pengadilan Tipikor Jakarta. Jaksa menuduh 3 orang terdakwa dengan dugaan menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 285 triliun.
Menurut jaksa, korupsi tersebut terjadi dalam dua bagian. Pertama, terkait impor produk kilang atau bahan bakar minyak (BBM), dan kedua, terkait penjualan solar nonsubsidi. Jaksa mengatakan bahwa Edward Corne memberikan perlakuan istimewa pada 2 perusahaan yaitu BP Singapore Pte Ltd dan Sinochem International Oil (Singapore) Pte Ltd dalam proses lelang khusus gasoline RON 90 dan RON 92.
Edward Corne juga mengusulkan 2 perusahaan itu sebagai calon pemenang tender melalui memo ke Maya Kusmaya, lalu diteruskan ke Riva Siahaan yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pemasaran dan Niaga PT PPN. Selanjutnya, Riva Siahaan menyetujui usulan harga jual solar/biosolar kepada konsumen industri tanpa mempertimbangkan nilai jual terendah atau bottom price.
Akibatnya, PT PPN menjual solar/biosolar lebih rendah dari harga jual terendah, sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara. Dikutip dari jaksa, total 14 perusahaan yang diduga mendapatkan harga solar/biosolar lebih rendah tersebut.
Kerugian Keuangan Negara:
* USD 2,732,816,820,63 atau Rp 45,091,477,539,395
* Rp 25,439,881,674,368,30
Total: Rp 70,531,359,213,763,30 (Rp 70,5 triliun)
Kerugian Perekonomian Negara:
* Kemahalan dari harga pengadaan BBM sebesar Rp 171,997,835,294,293
* Keuntungan ilegal USD 2,617,683,340,41 atau Rp 43,191,775,117,765
Total: Rp 215,189,610,412,058 (Rp 215,1 triliun)
Dengan demikian, didapatkan Rp 285,969,625,213,821,30 atau Rp 285 triliun lebih.
Kasus korupsi terkait impor bahan bakar minyak dan penjualan solar nonsubsidi yang digelutkan PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN) telah memanas di Pengadilan Tipikor Jakarta. Jaksa menuduh 3 orang terdakwa dengan dugaan menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 285 triliun.
Menurut jaksa, korupsi tersebut terjadi dalam dua bagian. Pertama, terkait impor produk kilang atau bahan bakar minyak (BBM), dan kedua, terkait penjualan solar nonsubsidi. Jaksa mengatakan bahwa Edward Corne memberikan perlakuan istimewa pada 2 perusahaan yaitu BP Singapore Pte Ltd dan Sinochem International Oil (Singapore) Pte Ltd dalam proses lelang khusus gasoline RON 90 dan RON 92.
Edward Corne juga mengusulkan 2 perusahaan itu sebagai calon pemenang tender melalui memo ke Maya Kusmaya, lalu diteruskan ke Riva Siahaan yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pemasaran dan Niaga PT PPN. Selanjutnya, Riva Siahaan menyetujui usulan harga jual solar/biosolar kepada konsumen industri tanpa mempertimbangkan nilai jual terendah atau bottom price.
Akibatnya, PT PPN menjual solar/biosolar lebih rendah dari harga jual terendah, sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara. Dikutip dari jaksa, total 14 perusahaan yang diduga mendapatkan harga solar/biosolar lebih rendah tersebut.
Kerugian Keuangan Negara:
* USD 2,732,816,820,63 atau Rp 45,091,477,539,395
* Rp 25,439,881,674,368,30
Total: Rp 70,531,359,213,763,30 (Rp 70,5 triliun)
Kerugian Perekonomian Negara:
* Kemahalan dari harga pengadaan BBM sebesar Rp 171,997,835,294,293
* Keuntungan ilegal USD 2,617,683,340,41 atau Rp 43,191,775,117,765
Total: Rp 215,189,610,412,058 (Rp 215,1 triliun)
Dengan demikian, didapatkan Rp 285,969,625,213,821,30 atau Rp 285 triliun lebih.