Pemerintah Indonesia terus memperluas peluang bagi warga negara asing (WNA) untuk memimpin perusahaan milik negara. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan, tidak boleh menutup diri terhadap kemampuan WNA yang berkompeten untuk memimpin BUMN, apalagi kalau itu bisa meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
Pemerintah juga tidak menutup kemungkinan keterlibatan tenaga kerja asing (TKA) di perusahaan lain, bahkan sudah mengatur regulasi yang memungkinkan WNA memimpin BUMN dalam undang-undang. Prasetyo menerangkan bahwa hal ini mirip dengan kebutuhan pelatih sepak bola, yaitu ada pelatih lokal yang bagus dan ada pelatih asing yang bisa membantu meningkatkan kemampuan tim.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah telah mengalami perubahan regulasi di bidang BUMN. Sebelumnya, pemimpin BUMN harus merupakan warga negara Indonesia (WNI). Namun, Presiden Prabowo Subianto memperbolehkan WNA untuk memimpin BUMN dengan mengubah regulasi tersebut.
Perubahan ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan hasil usaha negara. Pemerintah berencana untuk memangkas jumlah BUMN dari lebih dari 1.000 menjadi sekitar 200 perusahaan saja, dengan tujuan meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya.
Pemerintah juga mengatakan bahwa reformasi ini tidak berarti penutupan diri terhadap kemampuan WNA yang berkompeten untuk memimpin BUMN. Jika ada WNI yang mampu, tentu saja pemerintah akan mendorong dan memberikan kesempatan mereka.
Pemerintah juga tidak menutup kemungkinan keterlibatan tenaga kerja asing (TKA) di perusahaan lain, bahkan sudah mengatur regulasi yang memungkinkan WNA memimpin BUMN dalam undang-undang. Prasetyo menerangkan bahwa hal ini mirip dengan kebutuhan pelatih sepak bola, yaitu ada pelatih lokal yang bagus dan ada pelatih asing yang bisa membantu meningkatkan kemampuan tim.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah telah mengalami perubahan regulasi di bidang BUMN. Sebelumnya, pemimpin BUMN harus merupakan warga negara Indonesia (WNI). Namun, Presiden Prabowo Subianto memperbolehkan WNA untuk memimpin BUMN dengan mengubah regulasi tersebut.
Perubahan ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan hasil usaha negara. Pemerintah berencana untuk memangkas jumlah BUMN dari lebih dari 1.000 menjadi sekitar 200 perusahaan saja, dengan tujuan meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya.
Pemerintah juga mengatakan bahwa reformasi ini tidak berarti penutupan diri terhadap kemampuan WNA yang berkompeten untuk memimpin BUMN. Jika ada WNI yang mampu, tentu saja pemerintah akan mendorong dan memberikan kesempatan mereka.