Kasus Korupsi BBM Rugikan Negara Rp285T: Siapa yang Membuat Isi Dakwaan?
Pertamina, perusahaan negara yang beroperasi di bidang minyak dan gas, dituduh melakukan korupsi yang berujung pada kerugian negara sebesar Rp 285 triliun. Isi dakwaan ini membawa perhatian khusus kepada Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga periode Juni 2023-2025, Riva Siahaan.
Menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU), Feraldy Abraham Harahap, Riva dan sejumlah terdakwa lain melakukan perbuatan melawan hukum dalam impor produk kilang/bahan bakar minyak dan penjualan solar non subsidi. Perkara ini dilakukan bersama-sama dengan sejumlah terdakwa lain dalam kurun waktu 2018-2023.
Dalam kasus impor produk kilang/bahan bakar minyak, Riva disebut menyetujui usulan dari Maya Kusuma tentang hasil pelelangan khusus gasoline RON90 dan RON92 Term H1 2023. Usulan tersebut memberi keuntungan istimewa kepada dua perusahaan yang terlibat dalam proses pelelangan, yaitu BP Singapore Pte. Ltd. dan Sinochem International Oil (Singapore) Pte. Ltd.
Sementara itu, di kasus penjualan solar non subsidi, Riva disebut menyetujui usulan harga jual BBM solar/biosolar kepada konsumen industri yang tidak mempertimbangkan nilai jual terendah dan tingkat profitabilitas sebagaimana diatur dalam Pedoman Pengelolaan Pemasaran BBM Industri dan Marine PT PPN No. A02-001/PNC200000/2022-S9.
Riva juga disebut menandatangani kontrak perjanjian jual beli solar/biosolar kepada pembeli swasta dengan harga jual di bawah harga jual terendah, yang menyebabkan PT PPN menjual solar/biosolar lebih rendah dari harga jual terendah dan di bawah harga pokok penjualan (HPP) serta harga dasar solar bersubsidi. Hal ini memberikan kerugian PT PPN.
Perjuangan Riva terhadap hukum ini membawa pertanyaan mengapa perusahaan negara seperti Pertamina terlibat dalam kegiatan korupsi yang dapat menyebabkan kerugian negara.
Pertamina, perusahaan negara yang beroperasi di bidang minyak dan gas, dituduh melakukan korupsi yang berujung pada kerugian negara sebesar Rp 285 triliun. Isi dakwaan ini membawa perhatian khusus kepada Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga periode Juni 2023-2025, Riva Siahaan.
Menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU), Feraldy Abraham Harahap, Riva dan sejumlah terdakwa lain melakukan perbuatan melawan hukum dalam impor produk kilang/bahan bakar minyak dan penjualan solar non subsidi. Perkara ini dilakukan bersama-sama dengan sejumlah terdakwa lain dalam kurun waktu 2018-2023.
Dalam kasus impor produk kilang/bahan bakar minyak, Riva disebut menyetujui usulan dari Maya Kusuma tentang hasil pelelangan khusus gasoline RON90 dan RON92 Term H1 2023. Usulan tersebut memberi keuntungan istimewa kepada dua perusahaan yang terlibat dalam proses pelelangan, yaitu BP Singapore Pte. Ltd. dan Sinochem International Oil (Singapore) Pte. Ltd.
Sementara itu, di kasus penjualan solar non subsidi, Riva disebut menyetujui usulan harga jual BBM solar/biosolar kepada konsumen industri yang tidak mempertimbangkan nilai jual terendah dan tingkat profitabilitas sebagaimana diatur dalam Pedoman Pengelolaan Pemasaran BBM Industri dan Marine PT PPN No. A02-001/PNC200000/2022-S9.
Riva juga disebut menandatangani kontrak perjanjian jual beli solar/biosolar kepada pembeli swasta dengan harga jual di bawah harga jual terendah, yang menyebabkan PT PPN menjual solar/biosolar lebih rendah dari harga jual terendah dan di bawah harga pokok penjualan (HPP) serta harga dasar solar bersubsidi. Hal ini memberikan kerugian PT PPN.
Perjuangan Riva terhadap hukum ini membawa pertanyaan mengapa perusahaan negara seperti Pertamina terlibat dalam kegiatan korupsi yang dapat menyebabkan kerugian negara.