Dua Terdakwa Kasus Korupsi BBM Rugikan Negara Rp285 Triliun, Siapa Ini?
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menghadirkan dua terdakwa kasus korupsiBBM yang melibatkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan. Kasus ini melibatkan dua perkara, yaitu impor produk kilang/bahan bakar minyak dan penjualan solar non subsidi.
Dalam kasus impor produk kilang/bahan bakar minyak, terdakwa Riva Siahaan menyetujui usulan Maya Kusuma tentang hasil pelelangan khusus gasoline RON90 dan RON92 Term H1 2023. Namun, usulan ini melibatkan kejadian yang tidak biasa, yaitu BP Singapore Pte. Ltd. dan Sinochem International Oil (Singapore) Pte. Ltd. mendapat bocoran informasi tentang pengadaan tersebut dan mendapatkan tambahan waktu penawaran meskipun sudah melewati batas waktu penyampaian penawaran.
Selanjutnya, dalam kasus penjualan solar non subsidi, terdakwa Riva Siahaan menyetujui usulan harga jual BBM solar/biosolar kepada konsumen industri yang tidak mempertimbangkan nilai jual terendah dan tingkat profitabilitas. Ia juga menandatangani kontrak perjanjian jual beli solar/biosolar dengan harga jual di bawah harga jual terendah, sehingga menyebabkan PT PPN menjual solar/biosolar lebih rendah dari harga jual terendah dan memberikan kerugian kepada PT PPN.
Jaksa mengungkapkan bahwa perbuatan-perbuatan penyimpangan dalam pengadaan tersebut bertentangan dengan sejumlah peraturan, termasuk Pasal 2 dan Pasal 12 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, hingga Pedoman Etika Usaha dan Tata Perilaku / Code of Conduct (COC) No. 003/PPN000.010/A/2018 Revisi ke - 0 pada Tata Nilai ("6C").
Kasus ini mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp285 triliun, sehingga menjadi salah satu kasus korupsi yang paling serius dalam beberapa tahun terakhir di Indonesia.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menghadirkan dua terdakwa kasus korupsiBBM yang melibatkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan. Kasus ini melibatkan dua perkara, yaitu impor produk kilang/bahan bakar minyak dan penjualan solar non subsidi.
Dalam kasus impor produk kilang/bahan bakar minyak, terdakwa Riva Siahaan menyetujui usulan Maya Kusuma tentang hasil pelelangan khusus gasoline RON90 dan RON92 Term H1 2023. Namun, usulan ini melibatkan kejadian yang tidak biasa, yaitu BP Singapore Pte. Ltd. dan Sinochem International Oil (Singapore) Pte. Ltd. mendapat bocoran informasi tentang pengadaan tersebut dan mendapatkan tambahan waktu penawaran meskipun sudah melewati batas waktu penyampaian penawaran.
Selanjutnya, dalam kasus penjualan solar non subsidi, terdakwa Riva Siahaan menyetujui usulan harga jual BBM solar/biosolar kepada konsumen industri yang tidak mempertimbangkan nilai jual terendah dan tingkat profitabilitas. Ia juga menandatangani kontrak perjanjian jual beli solar/biosolar dengan harga jual di bawah harga jual terendah, sehingga menyebabkan PT PPN menjual solar/biosolar lebih rendah dari harga jual terendah dan memberikan kerugian kepada PT PPN.
Jaksa mengungkapkan bahwa perbuatan-perbuatan penyimpangan dalam pengadaan tersebut bertentangan dengan sejumlah peraturan, termasuk Pasal 2 dan Pasal 12 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, hingga Pedoman Etika Usaha dan Tata Perilaku / Code of Conduct (COC) No. 003/PPN000.010/A/2018 Revisi ke - 0 pada Tata Nilai ("6C").
Kasus ini mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp285 triliun, sehingga menjadi salah satu kasus korupsi yang paling serius dalam beberapa tahun terakhir di Indonesia.