Kasus Korupsi BBM Rugikan Negara Rp285T: Riva Siahaan Mendakwa?
Dalam sidang perdana Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Jakarta, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga periode Juni 2023-2025 Riva Siahaan didakwa melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan negara. Jaksa penuntut umum Feraldy Abraham Harahap mengatakan bahwa tindakan penyimpangan dilakukan bersama-sama dengan beberapa terdakwa lain dalam kurun waktu 2018-2023.
Dalam kasus ini, Riva disebut menyetujui usulan harga jual BBM solar/biosolar yang tidak mempertimbangkan nilai jual terendah dan tingkat profitabilitas. Ia juga diperkirakan telah menandatangani kontrak perjanjian jual beli solar/biosolar kepada pembeli swasta dengan harga jual di bawah harga jual terendah, sehingga menyebabkan PT PPN menjual solar/biosolar lebih rendah dari harga jual terendah dan memberikan kerugian.
Riva juga disebut tidak menyusun dan menetapkan pedoman yang mengatur tentang proses negosiasi harga. Perbuangan-perbuangan ini bertentangan dengan sejumlah peraturan, seperti Pasal 2 dan Pasal 12 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, serta Pedoman Etika Usaha dan Tata Perilaku (COC) No. 003/PPN000.010/A/2018 Revisi ke - 0 pada Tata Nilai ("6C").
Dua perkara pokok yang didakwakan dalam kasus ini adalah kasus impor produk kilang atau bahan bakar minyak dan penjualan solar non subsidi. Kasus-kasus ini dapat mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 285 triliun.
Dalam sidang perdana Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Jakarta, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga periode Juni 2023-2025 Riva Siahaan didakwa melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan negara. Jaksa penuntut umum Feraldy Abraham Harahap mengatakan bahwa tindakan penyimpangan dilakukan bersama-sama dengan beberapa terdakwa lain dalam kurun waktu 2018-2023.
Dalam kasus ini, Riva disebut menyetujui usulan harga jual BBM solar/biosolar yang tidak mempertimbangkan nilai jual terendah dan tingkat profitabilitas. Ia juga diperkirakan telah menandatangani kontrak perjanjian jual beli solar/biosolar kepada pembeli swasta dengan harga jual di bawah harga jual terendah, sehingga menyebabkan PT PPN menjual solar/biosolar lebih rendah dari harga jual terendah dan memberikan kerugian.
Riva juga disebut tidak menyusun dan menetapkan pedoman yang mengatur tentang proses negosiasi harga. Perbuangan-perbuangan ini bertentangan dengan sejumlah peraturan, seperti Pasal 2 dan Pasal 12 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, serta Pedoman Etika Usaha dan Tata Perilaku (COC) No. 003/PPN000.010/A/2018 Revisi ke - 0 pada Tata Nilai ("6C").
Dua perkara pokok yang didakwakan dalam kasus ini adalah kasus impor produk kilang atau bahan bakar minyak dan penjualan solar non subsidi. Kasus-kasus ini dapat mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 285 triliun.