Pembatasan Asap Tabak di Indonesia, Tidak Berdampak dalam Meningkatkan Produksi Cigarette
Menteri Pajak Purbaya Yudhi Sadewa menolak meningkatkan pembatasan asap tabak (CHT) pada tahun 2026. Pembatasan ini tidak berpengaruh dalam mengurangi produksi rokok, karena budaya merokok masih kuat di masyarakat. Menurut Budi Utama, Direktur Jenderal Pajak dan Bea Cukai Kementerian Keuangan, peningkatan CHT tidak dapat mengurangi produksi rokok, karena orang-orang yang berbudak rokok tetap menikmatinya.
Menurut data Kemenkeu, produksi rokok hingga Oktober 2025 mencapai 258.4 miliar lembar, turun 2,8% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, penurunan ini hanya terjadi pada grup 1, yaitu dari 138.7 miliar lembar menjadi 125.7 miliar lembar. Grup 2 dan 3 produksi rokok naik 3,2% dan 6% соответ divi Oktober 2025 dibandingkan Oktober 2024.
Budi Utama mengatakan bahwa masyarakat saat ini tidak peduli dengan merek rokok dan mencari yang paling murah. Hal ini tidak membantu penanggulangan asap tabak ilegal, karena orang-orang masih memilih rokok yang lebih murah daripada yang berkualitas.
Untuk mengatasi fenomena tersebut, Budi Utama menyarankan meningkatkan Pembayaran Ulang Tambahan Hasil Cigarett (DBHCT). Menurut dia, DBHCT harus ditingkatkan untuk mendukung program kesehatan masyarakat.
Menteri Purbaya Yudhi Sadewa tidak menginginkan CHT meningkat pada tahun 2026. Keputusannya bukan karena tidak mau meningkatkan CHT, melainkan karena beberapa pabrikan rokok yang sudah beranggotakan di Gappri (Asosiasi Pabrik Rokok Indonesia) menolak untuk meningkatkan CHT.
Menteri Pajak Purbaya Yudhi Sadewa menolak meningkatkan pembatasan asap tabak (CHT) pada tahun 2026. Pembatasan ini tidak berpengaruh dalam mengurangi produksi rokok, karena budaya merokok masih kuat di masyarakat. Menurut Budi Utama, Direktur Jenderal Pajak dan Bea Cukai Kementerian Keuangan, peningkatan CHT tidak dapat mengurangi produksi rokok, karena orang-orang yang berbudak rokok tetap menikmatinya.
Menurut data Kemenkeu, produksi rokok hingga Oktober 2025 mencapai 258.4 miliar lembar, turun 2,8% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, penurunan ini hanya terjadi pada grup 1, yaitu dari 138.7 miliar lembar menjadi 125.7 miliar lembar. Grup 2 dan 3 produksi rokok naik 3,2% dan 6% соответ divi Oktober 2025 dibandingkan Oktober 2024.
Budi Utama mengatakan bahwa masyarakat saat ini tidak peduli dengan merek rokok dan mencari yang paling murah. Hal ini tidak membantu penanggulangan asap tabak ilegal, karena orang-orang masih memilih rokok yang lebih murah daripada yang berkualitas.
Untuk mengatasi fenomena tersebut, Budi Utama menyarankan meningkatkan Pembayaran Ulang Tambahan Hasil Cigarett (DBHCT). Menurut dia, DBHCT harus ditingkatkan untuk mendukung program kesehatan masyarakat.
Menteri Purbaya Yudhi Sadewa tidak menginginkan CHT meningkat pada tahun 2026. Keputusannya bukan karena tidak mau meningkatkan CHT, melainkan karena beberapa pabrikan rokok yang sudah beranggotakan di Gappri (Asosiasi Pabrik Rokok Indonesia) menolak untuk meningkatkan CHT.