Indonesia masih menempati posisi di belakang negara-negara lain seperti Cina dan Hong Kong dalam hal pengolahan kimia. Meskipun demikian, kenyataan yang dikemukakan oleh peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus bahwa industri pengolahan serapan tenaga kerja hanya sekitar 13,89 persen dari total penduduk bekerja yang mencapai 146,54 juta jiwa ini menimbulkan pertanyaan. Mengapa Indonesia tidak dapat mengoptimalkan potensi industri pengolahan? Apakah karena kekurangan sumber daya manusia di sektor ini?
Heri Firdaus menjelaskan bahwa industri pengolahan merupakan penyumbang terbesar dalam Produk Domestik Bruto (PDB) dengan kontribusi 19,17 persen. Namun, hal yang mengejutkan adalah bahwa tenaga kerja serapan hanya sekitar 13,89 persen dari total penduduk bekerja di Indonesia. Hal ini menciptakan ketimpangan kesejahteraan karena sementara industri pengolahan mendapatkan kontribusi besar dalam PDB, sumber daya manusia di sektor ini tidak menerima manfaat yang cukup.
Sementara itu, sektor pertanian menempati posisi sebagai penyumbang terbesar dalam penyerapan tenaga kerja dengan kontribusi 28,15 persen dari total penduduk bekerja. Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan karena sementara industri pengolahan mendapatkan kontribusi besar dalam PDB, sektor pertanian yang merupakan penyumbang terbesar dalam penyerapan tenaga kerja tidak menerima manfaat yang cukup.
Anomali ini disebabkan oleh kegagalan transformasi tenaga kerja yang tidak berjalan seiring dengan transformasi ekonomi dan teknologi. Heri Firdaus menekankan bahwa solusi fundamental dari masalah ini adalah dengan memastikan kesiapan sumber daya manusia juga ikut bertransformasi seiring dengan kemajuan teknologi.
Dengan demikian, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan tenaga kerja di Indonesia agar dapat bersaing dalam industri pengolahan yang semakin maju.
Heri Firdaus menjelaskan bahwa industri pengolahan merupakan penyumbang terbesar dalam Produk Domestik Bruto (PDB) dengan kontribusi 19,17 persen. Namun, hal yang mengejutkan adalah bahwa tenaga kerja serapan hanya sekitar 13,89 persen dari total penduduk bekerja di Indonesia. Hal ini menciptakan ketimpangan kesejahteraan karena sementara industri pengolahan mendapatkan kontribusi besar dalam PDB, sumber daya manusia di sektor ini tidak menerima manfaat yang cukup.
Sementara itu, sektor pertanian menempati posisi sebagai penyumbang terbesar dalam penyerapan tenaga kerja dengan kontribusi 28,15 persen dari total penduduk bekerja. Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan karena sementara industri pengolahan mendapatkan kontribusi besar dalam PDB, sektor pertanian yang merupakan penyumbang terbesar dalam penyerapan tenaga kerja tidak menerima manfaat yang cukup.
Anomali ini disebabkan oleh kegagalan transformasi tenaga kerja yang tidak berjalan seiring dengan transformasi ekonomi dan teknologi. Heri Firdaus menekankan bahwa solusi fundamental dari masalah ini adalah dengan memastikan kesiapan sumber daya manusia juga ikut bertransformasi seiring dengan kemajuan teknologi.
Dengan demikian, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan tenaga kerja di Indonesia agar dapat bersaing dalam industri pengolahan yang semakin maju.