Tingginya harga beras, yang baru-baru ini menjadi semburat perhatian masyarakat umum, ternyata memiliki latar belakang oligarki di sektor perdagangan beras. Menurut institut penelitian ekonomi dan keuangan Indonesia (INDEF), fenomena kenaikan harga beras ini tidak terlepas dari permainan pihak-pihak tertentu yang berusaha memanfaatkan pasar untuk mendapatkan untung.
Kepala Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan INDEF Abra Talattov mengatakan bahwa ada indikasi adanya kartel pangan di sektor niaga beras. "Kita tidak boleh menutup mata. Jadi, memang ada indikasi bahwa tata niaga beras ini masih terlalu dipengaruhi oleh jejaring kartel pangan," kata dia dalam diskusi daring.
Berdasarkan kajian INDEF yang dilakukan sejak 2013 hingga saat ini, diperkirakan masih ada praktik kartel pangan di sektor ini. Praktik kartel inilah yang membuat Bulog kesulitan menjalankan fungsi stabilisasi harga di tingkat konsumen meski stok beras nasional mencapai 3,8 juta ton.
Abra juga menyoroti persoalan birokrasi dan egosektoral tiap kementerian dan lembaga yang mempersulit intervensi Bulog ketika terjadi peningkatan harga di pasaran. Menurut dia, reformasi fundamental tetap diperlukan untuk menciptakan sistem pangan yang transparan dan berkeadilan.
Direktur Pengadaan Bulog Prihasto Setyanto menekankan bahwa stok beras nasional dalam kondisi aman hingga akhir tahun 2025. Namun, perlu diingat bahwa masih ada beberapa usia simpan yang tidak sesuai dengan standar pemerintah.
Kepala Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan INDEF Abra Talattov mengatakan bahwa ada indikasi adanya kartel pangan di sektor niaga beras. "Kita tidak boleh menutup mata. Jadi, memang ada indikasi bahwa tata niaga beras ini masih terlalu dipengaruhi oleh jejaring kartel pangan," kata dia dalam diskusi daring.
Berdasarkan kajian INDEF yang dilakukan sejak 2013 hingga saat ini, diperkirakan masih ada praktik kartel pangan di sektor ini. Praktik kartel inilah yang membuat Bulog kesulitan menjalankan fungsi stabilisasi harga di tingkat konsumen meski stok beras nasional mencapai 3,8 juta ton.
Abra juga menyoroti persoalan birokrasi dan egosektoral tiap kementerian dan lembaga yang mempersulit intervensi Bulog ketika terjadi peningkatan harga di pasaran. Menurut dia, reformasi fundamental tetap diperlukan untuk menciptakan sistem pangan yang transparan dan berkeadilan.
Direktur Pengadaan Bulog Prihasto Setyanto menekankan bahwa stok beras nasional dalam kondisi aman hingga akhir tahun 2025. Namun, perlu diingat bahwa masih ada beberapa usia simpan yang tidak sesuai dengan standar pemerintah.