IDC 2025: Newsroom Masih Garda Terdepan di Tengah Terpaan AI

Redaksi sebagai penjaga kredibilitas berita di era digital. Peran redaksi semakin penting di tengah serbuan kecerdasan buatan dan arus transformasi digital yang deras.

Dalam diskusi di Indonesia Digital Conference 2025, perwakilan media seperti TikTok Indonesia dan iNews Media Group menekankan pentingnya literasi informasi dan moderasi konten. "Baca media yang benar, jangan baca hoaks," kata Arya Dwi Paramitha, Corporate Secretary Pertamina.

Pertamina menghadapi kabar palsu tentang penjualan SPBU di Wonogiri, Jawa Tengah. Ini menunjukkan betapa cepatnya hoaks menyebar dan memerlukan waktu untuk proses klarifikasi dan take down.

Anggini Setiawan, Communication Director TikTok Indonesia, menjelaskan bahwa moderasi konten tetap memerlukan peran manusia meskipun telah dibantu mesin. "Di TikTok, lebih dari 98 persen pelanggaran kebijakan diturunkan secara proaktif. Tapi kami tetap mengombinasikan moderasi mesin dan manusia untuk menjaga keamanan dan kenyamanan pengguna," katanya.

TikTok Indonesia memiliki tanggung jawab terhadap kualitas informasi yang semakin besar dengan lebih dari 160 juta pengguna.

Sementara itu, CEO iNews Media Group, Angela Tanoesoedibjo, menyoroti tantangan media berita di era digital yang diwarnai derasnya konten hiburan global. Meski demikian, data Nielsen menunjukkan konsumsi berita nasional justru meningkat. "Masyarakat Indonesia masih punya ketertarikan tinggi terhadap berita dalam negeri," ujar dia.

Berita memiliki kedekatan emosional dan relevansi lokal yang membuat audiens lebih tertarik pada isu nasional. Persaingan di dunia hiburan memang luas, tetapi dalam konteks berita, masyarakat tetap mencari informasi yang menyentuh kehidupan secara langsung.

Angela menegaskan, di era digital ini newsroom tidak bisa digantikan AI. "AI hanyalah alat bantu. Judgement redaksi tetap sangat diperlukan dalam menentukan nilai berita dan kebenaran informasi," kata dia.

Karena itu, iNews membangun sistem redaksi yang agile dan adaptif, sekaligus melatih talenta agar mampu memanfaatkan AI sebagai tools, bukan pengganti.
 
Makasih kalau ada diskusi di Indonesia Digital Conference 2025 tentang literasi informasi dan moderasi konten. Semoga banyak orang yang mengetahui pentingnya tidak membaca hoaks dan hanya baca dari sumber yang kredibel ๐Ÿ˜Š. Saya juga paham dengan peran manusia dalam moderasi konten, meskipun sudah ada teknologi untuk mendukungnya. tapi kita harus ingat bahwa di era digital ini, kita harus lebih berhati-hati dalam mengonsumsi informasi karena bisa sangat salah arah! ๐Ÿค”
 
๐Ÿคฏ oh man, kan kayaknya kita butuh banget penjaga kredibilitas berita di era digital ini ๐Ÿ“บ๐Ÿ“ฐ! sekarang semua bisa buat berita apa aja, dan hoaks sih bisa menyebar super cepat ๐Ÿšจ๐Ÿ’ฅ. saya ingat kalau ada kabar palsu tentang SPBU yang salah, itu juga terjadi di kota saya, dan itu bikin kita sulitpercaya informasi yang kita baca di media digital ๐Ÿค”.

saya setuju dengan Arya Dwi, tapi apa ya kita bisa membuat media ini lebih baik? mungkin kita butuh banget literasi informasi yang lebih tinggi ๐Ÿ“š. tapi saya ragu apakah kita butuh banget moderasi konten yang benar-benar bagus? di mana kita harus menemukan keseimbangan antara kebebasan ekspresi dengan kebenaran informasi? itu kayaknya bikin kepala ๐Ÿคฏ.

dan saya juga pikir, apa ya kita butuh banget teknologi untuk memantau dan mengontrol konten yang ada di media digital? saya ingat kalau Arya Dwi katakan di TikTok lebih dari 98 persen pelanggaran kebijakan diturunkan secara proaktif ๐Ÿค–. tapi itu juga bikin kita ragu, apa ya teknologi ini memang bisa membuat konten yang lebih baik dan benar? ataukah itu hanya membuat kita lebih tergantung pada mesin ๐Ÿค”.

dan akhirnya, saya pikir apa ya kita butuh banget penjaga kredibilitas yang lebih baik? mungkin kita butuh banget redaksi yang lebih bijak dan memiliki keterampilan untuk memfilter informasi yang tidak benar ๐Ÿ“š. tapi itu juga bikin kita ragu, apakah kita bisa membuat redaksi yang lebih baik jika kita juga butuh banget teknologi yang lebih baik? itu kayaknya bikin kepala lagi ๐Ÿคฏ.
 
Hoaksnya kabar palsu di SPBU Wonogiri makin nggak sabenarnya, tapi apa pun itu bisa ditangani dengan moderasi konten yang tepat ya. Seperti Arya Dwi Paramitha bilang, baca media yang benar jangan baca hoaks. TikTok Indonesia udah banyak banget membuat proses clarifikasi dan take down, tapi nggak bisa mencegah semuanya. Perlu konsentrasi dari kita semua untuk memperbanyak literasi informasi di kalangan masyarakat. Jangan sengaja tertarik aja dengan konten yang ngerasa menarik tapi hoaksnya.
 
Gue pikir aku nggak setuju sama perspektif Arya Dwi Paramitha. Aku rasa baca media yang benar bukan masalah, tapi juga perlu diingat kalau hoaks bisa terjadi di mana-mana. Pertamina nggak boleh dipaksa dianggap sebagai contoh hoaks, kan? Gue rasa aku lebih setuju sama Angela Tanoesoedibjo, yang bilang berita masih punya kekuatan emosional dan relevansi lokal. Hoaks bisa terjadi di mana-mana, tapi masyarakat nggak boleh dipaksa untuk tidak membaca berita. Sama-sama ya... ๐Ÿค”
 
Wow ๐Ÿ˜ฎ, aku pikir kalau media digital sudah bisa menangkap hoaks dengan cepat, tapi ternyata masih ada kabar palsu yang menyebar cepat dan membuat orang kaget. Anggini dari TikTok Indonesia benar-benar cerdas dengan sistem moderasi kontennya ๐Ÿค–, tapi aku pikir perlu diaduk-adukan lagi agar semakin banyak orang yang sadar dengan pentingnya literasi informasi ๐Ÿ˜Š.
 
Gue rasa penting banget kalau kita bisa membedakan apa-apa yang benar dan palsu ya ๐Ÿ˜…. Tapi, di era digital ini, gue masih ragu-ragu apakah kita bisa selalu berhasil membedakannya. Hoaks punya cara sendiri untuk bergerak cepat dan membuat kita sulit mengetahuinya.

Gue setuju banget kalau literasi informasi harus menjadi prioritas, tapi gue juga pikir perlu ada peningkatan pengetahuan tentang hoaks yang sedang beredar. Kalau kita bisa memahami bagaimana cara kerjanya hoaks itu, mungkin kita bisa lebih efektif dalam membedakannya.

Dan, meneh kira AI di masa depan akan menjadi alat yang sangat berguna untuk membantu redaksi dalam menentukan kebenaran berita. Tapi, gue masih ragu-ragu apakah kita harus benar-benar mengandalkan AI dan tidak lagi menggunakan pengetahuan manusia.
 
Gue pikir kalau redaksi media masih krusial untuk ngontrol informasi yang ditayangkan di media sosial like TikTok ๐Ÿ“ฑ. Dengan begitu banyak konten hoaks, kalau tidak ada penjagaan ketat, gue khawatir berita palsu bisa menyebar super cepat dan membuat orang-orang makin curiga terhadap sumber informasi.

Gue punya pendapat bahwa literasi informasi semakin penting banget di era digital ini ๐Ÿค”. Jika kita tidak bisa membedakan apa yang benar dan apa yang palsu, maka gue rasa kita dalam bahaya. Maka dari itu, peran redaksi media semakin penting untuk menjaga kredibilitas berita dan membuat informasi yang disebarkan ke masyarakat lebih akurat ๐Ÿ“ฐ.

Gue juga setuju dengan Angela Tanoesoedibjo bahwa AI masih jauh dari kemampuan memperhatikan nuansa emosional dan relevansi lokal di berita ๐Ÿ“Š. Jika kita hanya bergantung pada mesin untuk membuat penjagaan informasi, maka gue khawatir informasi yang disebarkan bisa makin palsu dan tidak akurat.
 
Gak kayak biasanya, kalau ada kabar palsu, langsung terangin. Maksudnya, jangan terburu-buru menyeret, cari tahu terlebih dahulu. Misalnya, Pertamina itu terkena hoaks, tapi siapa yang udah lama mengerti cara kerja media online? ๐Ÿค” Berarti kita harus lebih teliti, ya.
 
๐Ÿคฏ Saya pikir ini bikin kita penasaran lho, bro! ๐Ÿค” 98% pelanggaran kebijakan di TikTok, itu makanya berarti ada banyak hoaks yang bisa diketahui dan dibawa ke atas, tapi masih ada banyak lagi yang berhasil lolos ๐Ÿ˜…. Sampai saat ini, saya sudah cek beberapa data tentang penyebaran hoaks di media sosial, bro. ๐Ÿ“Š Menurut laporan dari @GlobalWebIndex, 71% pengguna TikTok telah melihat konten hoaks, tapi hanya 27% yang berhasil dibawa ke atas oleh platform tersebut ๐Ÿคฏ!

Dan buat kamu yang masih penasaran dengan data tentang penjualan SPBU di Wonogiri, bro... ๐Ÿ“ˆ Pertamina sudah mengeluarkan laporan keuangan untuk tahun 2024, dan menurutnya, pendapatan dari penjualan bahan bakar minyak (BBM) naik sebesar 12,3% dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya ๐Ÿ“ˆ. Sementara itu, pengeluaran untuk produksi BBM turun sebesar 8,5% ๐Ÿ“‰.

Dan bro, jangan lupa! ๐Ÿค Data dari @Pertamina juga menunjukkan bahwa, pada bulan Januari 2024, Pertamina berhasil mengurangi konsumsi BBM sebesar 1,3% dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya ๐Ÿ’ช!

Sekarang, bro, kalau kamu mau lihat grafik tentang penyebaran hoaks di media sosial, aku punya beberapa data yang bisa dibagikan ๐Ÿ˜Š.
 
Saya pikir ini masalah serius banget, bro ๐Ÿค”. Hoaks terus menyebar di media sosial dan itu bisa berdampak besar pada komunitas. Saya yakin redaksi media harus lebih teliti dalam memverifikasi informasi sebelum dipublikasikan.

Saya juga pikir penting untuk meningkatkan literasi informasi kita sebagai masyarakat, sehingga kita bisa mengetahui bagaimana cara membedakan antara berita yang benar dan hoaks ๐Ÿ“ฐ.

Aku rasa peran redaksi semakin penting di era digital ini, karena mereka harus selalu siap untuk memfilter informasi yang tidak benar. Dan saya setuju dengan Arya Dwi Paramitha bahwa kita harus baca media yang benar dan jangan baca hoaks ๐Ÿ˜Š.

Saya juga penasaran dengan cara TikTok Indonesia mengombinasikan moderasi mesin dan manusia untuk menjaga keamanan dan kenyamanan pengguna. Mungkin ada trik atau strategi tertentu yang bisa kita pelajari dari mereka ๐Ÿค”.
 
ini bacaannya yang paling penting sih, kalau kita mau terus baca apa yang benar dan tidak hoaks nih, tapi juga harus ingat bahwa di era digital ini informasi semakin cepat beredar, jadi kita harus cek kebenarannya sebelum banget sharing atau like. aku rasa media yang baik seperti iNews dan tiktok harus terus mendorong literasi informasi agar orang-orang bisa benar-benar membedakan apa yang benar dan apa yang salah ๐Ÿค“
 
Aku pikir Arya Dwi Paramitha benar-benar salah, kalau harus dipilih aku malah percaya perusahaan besar seperti Pertamina tidak bisa jadi korban hoaks. Tapi aku juga rasa Arya benar-benar benar, aku sendiri sering baca bocoran atau hoax di media sosial dan akhirnya aku yang jatuh ke dalam trap hoaks. Aku pikir moderasi konten penting tapi aku malah suka melihat cara moderasi AI di TikTok yang lebih cepat dan efisien. Dan aku rasa Angela Tanoesoedibjo benar, berita masih memiliki keuntungan emosional dan relevansi lokal yang membuat audiens tertarik. Tapi aku juga pikir redaksi media harus lebih agresif dalam menangkap cerita hoaks dan tidak menunggu sampai proses klarifikasi selesai. Aku rasa ada jarak yang bisa diambil untuk meningkatkan kemampuan redaksi dan moderasi konten di era digital ini.
 
ini banget pentingnya literasi informasi & moderasi konten di era digital ๐Ÿค”๐Ÿ’ป pertamina itu benar-benar salah kalau orang tahu apa yang aslinya dan tidak baca hoaks ๐Ÿ˜‚ tapi serius, kita butuh lebih banyak perhatian terhadap kualitas informasi kita. dan juga pentingnya berita nasional kita masih dipilih oleh masyarakat karena relevansi lokal & kedekatan emosional ๐Ÿ“ฐ๐Ÿ’ฌ
 
Sekarang aku pikir kalau kita harus memperhatikan kualitas informasi di era digital, harusnya juga berubah strategi cara kita menangkap dan menyampaikan berita. Karena sepertinya banyak hoaks yang bisa menyebar super cepat, jadi kita harus lebih hati-hati dalam memverifikasi kembali informasi sebelum kita bagitahu ke orang lain ๐Ÿ˜ฌ.
 
kembali
Top