Tak pernah kita dengar cerita tentang tanaman kopi yang paling berguna bagi masyarakat Gayo di Sumatera Utara, yaitu Hikayat Kopi. Kisah tentang bagaimana tanaman kopi ini menjadi simbol kehidupan sederhana dan elegan, mengharapkan petani untuk terus berkeberatan dalam menanamnya.
Berikut adalah penjelasan dari cerita tersebut:
Hikayat Kopi di Tanah Gayo
Cerita tentang tanaman kopi yang paling berguna bagi masyarakat Gayo disebut Hikayat Kopi. Cerita ini mengisahkan bagaimana tanaman kopi ini menjadi simbol kehidupan sederhana dan elegan, mengharapkan petani untuk terus berkeberatan dalam menanamnya.
Menurut Fikar W Eda, penyair kopi asal Gayo, orang Gayo menganggap kopi sebagai makhluk bernyawa yang harus disayangi. Mereka percaya bahwa tanaman ini memiliki kekuatan untuk membawa kebahagiaan dan keselamatan kepada masyarakat.
Syair-syair tentang kopi juga sering dituturkan lewat pementasan Didong, kesenian yang memadukan musik, vokal, dan tarian. Cerita ini menunjukkan bahwa kopi tidak hanya sebagai tanaman perkebunan, tetapi juga sebagai simbol kehidupan dan cinta.
Menurut Khalisuddin, dkk dalam buku Kopi dan Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Gayo, ranumnya buah kopi adalah cerminan kesempurnaan hidup. Kopi bukan sekadar tanaman perkebunan yang buahnya dipetik lalu dijual, tetapi juga sebagai sumber kehidupan dan cinta bagi masyarakat Gayo.
Kopi Gayo terkenal dengan cita rasa khas yang tebal dan aroma rempah yang unik. Kota-kota utama di dataran ini, seperti Takengon di Aceh Tengah, Redelong di Bener Meriah, dan Blangkejeren di Gayo Lues, kini merupakan pusat perkebunan kopi terluas di Indonesia.
Namun, pada akhir November 2025, Aceh Tengah dilanda banjir bandang dan longsor. Kebun kopi terendam air, akses jalan putus, dan petani terjebak di kebun saat musim panen. Banjir susulan ini seperti sebuah paradoks yang menyedihkan.
Di satu sisi, Gayo telah dikenal melalui diplomasi kopi dunia. Di sisi lain, secara fisik dan logistik, wilayah ini tetaplah sebuah benteng alam yang rentan dan terisolasi.
Berikut adalah penjelasan dari cerita tersebut:
Hikayat Kopi di Tanah Gayo
Cerita tentang tanaman kopi yang paling berguna bagi masyarakat Gayo disebut Hikayat Kopi. Cerita ini mengisahkan bagaimana tanaman kopi ini menjadi simbol kehidupan sederhana dan elegan, mengharapkan petani untuk terus berkeberatan dalam menanamnya.
Menurut Fikar W Eda, penyair kopi asal Gayo, orang Gayo menganggap kopi sebagai makhluk bernyawa yang harus disayangi. Mereka percaya bahwa tanaman ini memiliki kekuatan untuk membawa kebahagiaan dan keselamatan kepada masyarakat.
Syair-syair tentang kopi juga sering dituturkan lewat pementasan Didong, kesenian yang memadukan musik, vokal, dan tarian. Cerita ini menunjukkan bahwa kopi tidak hanya sebagai tanaman perkebunan, tetapi juga sebagai simbol kehidupan dan cinta.
Menurut Khalisuddin, dkk dalam buku Kopi dan Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Gayo, ranumnya buah kopi adalah cerminan kesempurnaan hidup. Kopi bukan sekadar tanaman perkebunan yang buahnya dipetik lalu dijual, tetapi juga sebagai sumber kehidupan dan cinta bagi masyarakat Gayo.
Kopi Gayo terkenal dengan cita rasa khas yang tebal dan aroma rempah yang unik. Kota-kota utama di dataran ini, seperti Takengon di Aceh Tengah, Redelong di Bener Meriah, dan Blangkejeren di Gayo Lues, kini merupakan pusat perkebunan kopi terluas di Indonesia.
Namun, pada akhir November 2025, Aceh Tengah dilanda banjir bandang dan longsor. Kebun kopi terendam air, akses jalan putus, dan petani terjebak di kebun saat musim panen. Banjir susulan ini seperti sebuah paradoks yang menyedihkan.
Di satu sisi, Gayo telah dikenal melalui diplomasi kopi dunia. Di sisi lain, secara fisik dan logistik, wilayah ini tetaplah sebuah benteng alam yang rentan dan terisolasi.