Perekrutan anak-anak ke dalam jaringan terorisme menjadi sasaran Densus 88 Antiteror Polri. Tersangka yang direkrut melalui media sosial dan game online ini merupakan pihak yang berusaha menghancurkan sistem demokrasi di Indonesia. Pada saat-saat seperti itu, keamanan DPR RI harus menjadi prioritas utama.
Habiburokhman menyatakan bahwa sistem keamanan Gedung DPR RI sudah sangat ketat dan standar pengamanannya sudah maximal. Namun, pernyataannya ini ditekan dengan ekspresi yang tidak tahan. Dia menunjukkan kesulitan dalam mengakses Gedung DPR RI karena penjagaannya yang terlalu ketat, bahkan tamunya dari daerah pemilihan sulit masuk ke gedung tersebut.
Jika hal ini berlanjut, maka akan menjadi ancaman bagi keamanan demokrasi di Indonesia. Maka dari itu, perlu ada langkah tindak yang tepat untuk menghadapi pihak yang merekrut anak-anak sebagai anggota jaringan terorisme.
Densus 88 Antiteror Polri sudah menangkap lima orang tersangka yang direkrut melalui rekrutmen di game online dan media sosial. Selain itu, polisi juga menemukan empat pelaku lainnya yang tergolong baru dalam hal perekrutan kelompok terorisme.
Sementara itu, Jubir Densus 88 Antiteror Polri, AKBP Mayndra Eka Wardhana, mengungkap bahwa kelompok radikal ini menyasar anak-anak usia 10-18 tahun. Mereka menemukan bahwa latar belakang tersangka terorisme yang melakukan perekrutan kepada anak di bawah umur adalah sebagai berikut.
Jika polisi tidak menangani anak-anak yang direkrut melalui rekrutmen di game online dan media sosial, maka akan menjadi ancaman bagi keamanan demokrasi di Indonesia. Oleh karena itu, perlu ada langkah tindak yang tepat untuk menghadapi pihak yang merekrut anak-anak sebagai anggota jaringan terorisme.
Habiburokhman menyatakan bahwa sistem keamanan Gedung DPR RI sudah sangat ketat dan standar pengamanannya sudah maximal. Namun, pernyataannya ini ditekan dengan ekspresi yang tidak tahan. Dia menunjukkan kesulitan dalam mengakses Gedung DPR RI karena penjagaannya yang terlalu ketat, bahkan tamunya dari daerah pemilihan sulit masuk ke gedung tersebut.
Jika hal ini berlanjut, maka akan menjadi ancaman bagi keamanan demokrasi di Indonesia. Maka dari itu, perlu ada langkah tindak yang tepat untuk menghadapi pihak yang merekrut anak-anak sebagai anggota jaringan terorisme.
Densus 88 Antiteror Polri sudah menangkap lima orang tersangka yang direkrut melalui rekrutmen di game online dan media sosial. Selain itu, polisi juga menemukan empat pelaku lainnya yang tergolong baru dalam hal perekrutan kelompok terorisme.
Sementara itu, Jubir Densus 88 Antiteror Polri, AKBP Mayndra Eka Wardhana, mengungkap bahwa kelompok radikal ini menyasar anak-anak usia 10-18 tahun. Mereka menemukan bahwa latar belakang tersangka terorisme yang melakukan perekrutan kepada anak di bawah umur adalah sebagai berikut.
Jika polisi tidak menangani anak-anak yang direkrut melalui rekrutmen di game online dan media sosial, maka akan menjadi ancaman bagi keamanan demokrasi di Indonesia. Oleh karena itu, perlu ada langkah tindak yang tepat untuk menghadapi pihak yang merekrut anak-anak sebagai anggota jaringan terorisme.