Pesta Ngopi Sepuluh Ewu kembali ramai, menarik ribuan wisatawan dan pengunjung dari berbagai kota. Tradition unik ini membawa suasana hangat di Desa Adat Kemiren, Banyuwangi.
Kembali setelah 12 tahun, festival ini telah menjadi agenda tahunan yang ditunggu oleh wisatawan. Jalan utama desa disulap menjadi warung kopi dadakan dan berderetan rumah warga berubah menjadi tempat ngopi lengkap dengan meja, kursi, lesehan, kudapan, dan kopi khas Banyuwangi.
Warga Osing menyambut pengunjung dengan ramah, memberikan secangkir kopi robusta Banyuwangi dalam cangkir warisan turun-temurun. Selain kopi gratis, pengunjung juga menikmati kudapan tradisional seperti kucur, tape ketan dalam bungkus daun kemiri hingga pisang goreng yang disajikan penuh keakraban.
Festival ini tidak hanya tentang ngopi dan makanan, tapi juga menjadi sarana mempererat kebersamaan dan persaudaraan antar warga Banyuwangi. Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani turut hadir menikmati kopi bersama warga, berbaur tanpa sekat dengan pengunjung dan masyarakat setempat.
"Desa Kemiren yang tahun ini meraih dua penghargaan dunia, yaitu The 5th ASEAN Homestay Award dan The Best Tourism Villages Upgrade Programme 2025 dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui United Nations Tourism. Pemerintah daerah selalu mendukung semua warga Banyuwangi untuk bisa menjaga budaya Banyuwangi secara bersama-sama," ujar ipuk Fiestiandani.
Kepala Desa Kemiren, M. Arifin menyebut festival ini bisa bertahan selama 12 tahun berkat dukungan dan kekompakan warga. "Ngopi sepuluh ewu ini adalah bentuk nyata dari suguh, gupuh, lungguh masyarakat Osing dalam menerima tamu. Kegiatan ini juga menjadi sarana pemberdayaan ekonomi warga, sekaligus menjaga warisan budaya," tuturnya.
Festival ini dihadiri oleh wisatawan asal Republik Ceko yang terlihat larut menikmati suasana penuh aroma kopi. "Kami disambut sangat ramah, masyarakat sini memberikan secangkir kopi gratis dan rasanya sangat enak," ungkap pasangan Adela dan Ardek.
Kembali setelah 12 tahun, festival ini telah menjadi agenda tahunan yang ditunggu oleh wisatawan. Jalan utama desa disulap menjadi warung kopi dadakan dan berderetan rumah warga berubah menjadi tempat ngopi lengkap dengan meja, kursi, lesehan, kudapan, dan kopi khas Banyuwangi.
Warga Osing menyambut pengunjung dengan ramah, memberikan secangkir kopi robusta Banyuwangi dalam cangkir warisan turun-temurun. Selain kopi gratis, pengunjung juga menikmati kudapan tradisional seperti kucur, tape ketan dalam bungkus daun kemiri hingga pisang goreng yang disajikan penuh keakraban.
Festival ini tidak hanya tentang ngopi dan makanan, tapi juga menjadi sarana mempererat kebersamaan dan persaudaraan antar warga Banyuwangi. Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani turut hadir menikmati kopi bersama warga, berbaur tanpa sekat dengan pengunjung dan masyarakat setempat.
"Desa Kemiren yang tahun ini meraih dua penghargaan dunia, yaitu The 5th ASEAN Homestay Award dan The Best Tourism Villages Upgrade Programme 2025 dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui United Nations Tourism. Pemerintah daerah selalu mendukung semua warga Banyuwangi untuk bisa menjaga budaya Banyuwangi secara bersama-sama," ujar ipuk Fiestiandani.
Kepala Desa Kemiren, M. Arifin menyebut festival ini bisa bertahan selama 12 tahun berkat dukungan dan kekompakan warga. "Ngopi sepuluh ewu ini adalah bentuk nyata dari suguh, gupuh, lungguh masyarakat Osing dalam menerima tamu. Kegiatan ini juga menjadi sarana pemberdayaan ekonomi warga, sekaligus menjaga warisan budaya," tuturnya.
Festival ini dihadiri oleh wisatawan asal Republik Ceko yang terlihat larut menikmati suasana penuh aroma kopi. "Kami disambut sangat ramah, masyarakat sini memberikan secangkir kopi gratis dan rasanya sangat enak," ungkap pasangan Adela dan Ardek.