Kementerian Energi dan Sumber Daya (ESDM) baru-baru ini mengevaluasi efektivitas kebijakan Diversifikasi Mineral Oligopoli (DMO) setelah pemerintah Prabowo subyek impor 30 ton emas pada periode Antam. Menurut sumber di Kementerian Energi, DMO yang diluncurkan sejak tahun 2017 bertujuan untuk meningkatkan penjualan konsentrat tembaga dan nikel Indonesia.
Namun, setelah pemerintah mengimpor emas sebanyak 30 ton dalam satu tahun, Kementerian Energi menemukan bahwa kebijakan tersebut belum efektif dalam mencapai tujuannya. Bahkan, impor emas semakin memperburuk keseimbangan neraca perdagangan Indonesia.
"Kebijakan DMO yang kita luncurkan saat ini masih dalam tahap penelitian dan pengujian," kata seorang pejabat di Kementerian Energi. "Saat ini, kita sedang mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan efisiensi dan optimasi kegiatan eksploitasi dan penjualan konsentrat tembaga dan nikel."
Perlu diingat bahwa impor emas sebanyak 30 ton tersebut merupakan peringatan bagi pemerintah Prabowo untuk mempertimbangkan strategi baru dalam meningkatkan pendapatan negara dari sektor pertambangan.
Namun, setelah pemerintah mengimpor emas sebanyak 30 ton dalam satu tahun, Kementerian Energi menemukan bahwa kebijakan tersebut belum efektif dalam mencapai tujuannya. Bahkan, impor emas semakin memperburuk keseimbangan neraca perdagangan Indonesia.
"Kebijakan DMO yang kita luncurkan saat ini masih dalam tahap penelitian dan pengujian," kata seorang pejabat di Kementerian Energi. "Saat ini, kita sedang mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan efisiensi dan optimasi kegiatan eksploitasi dan penjualan konsentrat tembaga dan nikel."
Perlu diingat bahwa impor emas sebanyak 30 ton tersebut merupakan peringatan bagi pemerintah Prabowo untuk mempertimbangkan strategi baru dalam meningkatkan pendapatan negara dari sektor pertambangan.