Mantabaknya, mantan hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Djuyamto, yang juga terdakwa dalam kasus minyak goreng (migor) ini sebenarnya sempat menolak untuk menghukum korporasi-korporasi yang menjadi sasaran peruntungan itu. Pernyataan itu diungkapkan oleh Djuyamto saat menjawab keterangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Rabu, 15 Oktober 2025.
Menurut Djuyamto, ia sempat memiliki pendapat bahwa korporasi-korporasi seperti Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group seharusnya mendapatkan hukuman lain. Namun, karena kalah dibanding dengan dua anggota majelis hakim lainnya, yaitu Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom, maka ia akhirnya mengikuti putusan ontslag yang dikeluarkan oleh pengadilan.
Djuyamto menjelaskan bahwa ia menyatakan pendapatnya sebelum putusan ontslag tersebut diketuk. Ia juga menyebutkan bahwa ada atensi dari beberapa pihak, termasuk Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat saat itu, Muhammad Arif Nuryanta (MAN), dan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat lainnya, Rudi Suparmono.
Atensi tersebut kemudian disampaikan kepada dua anggota majelis hakim lainnya, Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom. Djuyamto percaya bahwa atensi ini berasal dari 'pimpinan' pengadilan, sehingga ia menyampaikannya kepada mereka.
Djuyamto juga mengakui bahwa ia menerima uang suap sejumlah US$1.700.000.000 (secara pecahan U$100) dari korporasi migor yang diwakili oleh Ariyanto.
Menurut Djuyamto, ia sempat memiliki pendapat bahwa korporasi-korporasi seperti Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group seharusnya mendapatkan hukuman lain. Namun, karena kalah dibanding dengan dua anggota majelis hakim lainnya, yaitu Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom, maka ia akhirnya mengikuti putusan ontslag yang dikeluarkan oleh pengadilan.
Djuyamto menjelaskan bahwa ia menyatakan pendapatnya sebelum putusan ontslag tersebut diketuk. Ia juga menyebutkan bahwa ada atensi dari beberapa pihak, termasuk Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat saat itu, Muhammad Arif Nuryanta (MAN), dan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat lainnya, Rudi Suparmono.
Atensi tersebut kemudian disampaikan kepada dua anggota majelis hakim lainnya, Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom. Djuyamto percaya bahwa atensi ini berasal dari 'pimpinan' pengadilan, sehingga ia menyampaikannya kepada mereka.
Djuyamto juga mengakui bahwa ia menerima uang suap sejumlah US$1.700.000.000 (secara pecahan U$100) dari korporasi migor yang diwakili oleh Ariyanto.