Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) dihadapkan dengan kasus kekerasan anak yang melanda kembali. Tragedi pembunuhan siswa SMPN 19 Tangsel masih terlalu hangat dalam perut kita, tapi kejahatan lain seperti bullying dan kekerasan belaka belaka ini juga tidak bisa diabaikan.
DPRD Kota Tangsel memutuskan untuk membentuk Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD). Wakil Ketua Komisi I DPRD Tangsel, Ahmad Syawqi, menegaskan bahwa parlemen sepakat mempercepat intervensi kebijakan perlindungan anak. "Kasus bullying di SMPN 19 menjadi pukulan telak. Kita tidak bisa lagi bekerja seperti biasa," kata Syawqi.
Lembaga yang akan ditugaskan untuk melindungi anak di Tanjung Selatan ini harus lebih fokus dan memiliki mandat jelas, bukan hanya sekedar menggantikan lembaga yang sudah ada. "Tujuannya bukan menggantikan lembaga yang sudah ada, tapi memperkuat lintas sektor," kata dia.
Meski Tangsel disebut Kota Layak Anak sejak Agustus 2025, tapi kenyataan di lapangan sangat kontras. UPTD PPA Tangsel mencatat 347 laporan kekerasan sepanjang Januari-Oktober 2025. Sebanyak 226 kasus di antaranya menimpa anak.
Kepala UPTD PPA Tangsel, Tri Purwanto, menegaskan bahwa angka tersebut hanya "puncak gunung es". Banyak yang tidak melapor atau enggan melapor, itu yang harus terus kami edukasi.
Peneliti Rights (Research Public Policy & Human Rights), Anita Melodina menilai Pemerintah Kota Tangsel gagal mengimplementasikan mekanisme perlindungan anak sesuai regulasi. "Aturannya sudah jelas, tetapi tidak dijalankan secara konsisten. Dengan angka kekerasan setinggi ini, predikat Kota Layak Anak jadi tidak bermakna," kata dia.
Pemkot harus memperkuat koordinasi antara sekolah, kepolisian, tenaga psikolog, dan UPTD PPA. Langkah preventif dianggap jauh lebih penting daripada sekadar merespons kasus setelah terjadi.
Ahmad Syawqi memastikan regulasi baru yang sedang dirumuskan akan memperkuat pengawasan, mendorong program preventif, serta memastikan tidak ada lagi kebingungan ketika laporan bullying muncul. "Bullying tidak bisa lagi dianggap remeh. Kita ingin Kota Layak Anak tercermin dari perilaku semua elemen masyarakat, bukan sekedar penghargaan," kata Syawqi.
Pemerintah Tangsel pun harus memperhatikan pembentukan Komisi Perlindungan Anak Daerah ini agar tidak menjadi semacam kebingungan.
DPRD Kota Tangsel memutuskan untuk membentuk Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD). Wakil Ketua Komisi I DPRD Tangsel, Ahmad Syawqi, menegaskan bahwa parlemen sepakat mempercepat intervensi kebijakan perlindungan anak. "Kasus bullying di SMPN 19 menjadi pukulan telak. Kita tidak bisa lagi bekerja seperti biasa," kata Syawqi.
Lembaga yang akan ditugaskan untuk melindungi anak di Tanjung Selatan ini harus lebih fokus dan memiliki mandat jelas, bukan hanya sekedar menggantikan lembaga yang sudah ada. "Tujuannya bukan menggantikan lembaga yang sudah ada, tapi memperkuat lintas sektor," kata dia.
Meski Tangsel disebut Kota Layak Anak sejak Agustus 2025, tapi kenyataan di lapangan sangat kontras. UPTD PPA Tangsel mencatat 347 laporan kekerasan sepanjang Januari-Oktober 2025. Sebanyak 226 kasus di antaranya menimpa anak.
Kepala UPTD PPA Tangsel, Tri Purwanto, menegaskan bahwa angka tersebut hanya "puncak gunung es". Banyak yang tidak melapor atau enggan melapor, itu yang harus terus kami edukasi.
Peneliti Rights (Research Public Policy & Human Rights), Anita Melodina menilai Pemerintah Kota Tangsel gagal mengimplementasikan mekanisme perlindungan anak sesuai regulasi. "Aturannya sudah jelas, tetapi tidak dijalankan secara konsisten. Dengan angka kekerasan setinggi ini, predikat Kota Layak Anak jadi tidak bermakna," kata dia.
Pemkot harus memperkuat koordinasi antara sekolah, kepolisian, tenaga psikolog, dan UPTD PPA. Langkah preventif dianggap jauh lebih penting daripada sekadar merespons kasus setelah terjadi.
Ahmad Syawqi memastikan regulasi baru yang sedang dirumuskan akan memperkuat pengawasan, mendorong program preventif, serta memastikan tidak ada lagi kebingungan ketika laporan bullying muncul. "Bullying tidak bisa lagi dianggap remeh. Kita ingin Kota Layak Anak tercermin dari perilaku semua elemen masyarakat, bukan sekedar penghargaan," kata Syawqi.
Pemerintah Tangsel pun harus memperhatikan pembentukan Komisi Perlindungan Anak Daerah ini agar tidak menjadi semacam kebingungan.