Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI, Herman Khaeron, menimbulkan pertanyaan tentang siapa yang harus menanggung kerugian dari proyek Kereta Cepat Indonesia-Cina (KCIC) Jakarta-Bandung atau Whoosh yang mencapai triliunan rupiah meski disebut sebagai investasi sosial. Pernyataan Presiden RI ke-7, Joko Widodo, menyebut proyek tersebut sebagai investasi sosial.
Nah, rugi ini siapa yang akan menalangi? Kata Herman saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat lalu. Ia menilai bahwa negara seharusnya yang menanggung kerugian dari Whoosh apabila kehadiran kereta yang dikelola PT KCIC itu adalah investasi sosial negara.
Namun, Herman mengutip pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa, yang tidak mengizinkan penggunaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk melunasi utang proyek tersebut. "Ini kan masalahnya sekarang rugi siapa ketika Pak Purbaya mengatakan APBN tidak lagi ingin membiayai itu, ya kepada siapa?" ucapnya.
Herman pun menganggap wajar sikap Purbaya soal penanganan kerugian Whoosh. Ia menilai bahwa seharusnya utang tersebut dikelola oleh PT KCIC di bawah naungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Holding Investasi, Danantara.
Danantara, kata Herman, sudah memiliki kemampuan finansial dan dividen hingga lebih dari Rp80 triliun per tahun sehingga bisa membayar utang tersebut. Namun sekarang kan dividennya dikelola oleh dan Danantara. Logis saya kira statement itu (pernyataan Purbaya) bahwa memang setelah berpindahnya dividen kepada Danantara, Danantara yang mengelola dividen itu.
Herman pun mengatakan BAKN DPR akan meminta penjelasan dari konsorsium PT Pilar Sinergi BUMNIndonesia (PSBI) selaku pengelola proyek, yang dipimpin oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan menjadi bagian dari skema superholding aset BUMN. "Kami akan meminta keterangan dan informasi mengenai langkah-langkah strategis ke depan yang bisa dibangun supaya ini tidak rugi, karena ruginya akan panjang," terang Herman.
Herman juga mengingatkan bahwa periode pengembalian investasi proyek kereta cepat diperkirakan mencapai 46 tahun. Ia khawatir, pengembalian investasi semakin lama seiring harga tiket yang lebih murah saat ini. "Kalau dengan harga tiket yang diturunkan hari ini, tentunya akan lebih panjang. Kalau lebih panjang, ya harus ada restrukturisasi. Setuju tidak bank dan pihak-pihak yang terlibat di sana untuk melakukan restrukturisasi? Ini tentu banyak opsi," ucapnya.
Nah, rugi ini siapa yang akan menalangi? Kata Herman saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat lalu. Ia menilai bahwa negara seharusnya yang menanggung kerugian dari Whoosh apabila kehadiran kereta yang dikelola PT KCIC itu adalah investasi sosial negara.
Namun, Herman mengutip pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa, yang tidak mengizinkan penggunaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk melunasi utang proyek tersebut. "Ini kan masalahnya sekarang rugi siapa ketika Pak Purbaya mengatakan APBN tidak lagi ingin membiayai itu, ya kepada siapa?" ucapnya.
Herman pun menganggap wajar sikap Purbaya soal penanganan kerugian Whoosh. Ia menilai bahwa seharusnya utang tersebut dikelola oleh PT KCIC di bawah naungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Holding Investasi, Danantara.
Danantara, kata Herman, sudah memiliki kemampuan finansial dan dividen hingga lebih dari Rp80 triliun per tahun sehingga bisa membayar utang tersebut. Namun sekarang kan dividennya dikelola oleh dan Danantara. Logis saya kira statement itu (pernyataan Purbaya) bahwa memang setelah berpindahnya dividen kepada Danantara, Danantara yang mengelola dividen itu.
Herman pun mengatakan BAKN DPR akan meminta penjelasan dari konsorsium PT Pilar Sinergi BUMNIndonesia (PSBI) selaku pengelola proyek, yang dipimpin oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan menjadi bagian dari skema superholding aset BUMN. "Kami akan meminta keterangan dan informasi mengenai langkah-langkah strategis ke depan yang bisa dibangun supaya ini tidak rugi, karena ruginya akan panjang," terang Herman.
Herman juga mengingatkan bahwa periode pengembalian investasi proyek kereta cepat diperkirakan mencapai 46 tahun. Ia khawatir, pengembalian investasi semakin lama seiring harga tiket yang lebih murah saat ini. "Kalau dengan harga tiket yang diturunkan hari ini, tentunya akan lebih panjang. Kalau lebih panjang, ya harus ada restrukturisasi. Setuju tidak bank dan pihak-pihak yang terlibat di sana untuk melakukan restrukturisasi? Ini tentu banyak opsi," ucapnya.