DJP menambatkan penanganan kasus wajib pajak yang diduga manipulasi data ekspor CPO, meningkat menjadi 463 orang. Awalnya ada angka 282 wajib pajak yang diduga terlibat dalam skema penghindaran pajak ini pada November 2025 lalu, tetapi penelusuran lebih lanjut menemukan adanya 181 wajib pajak tambahan.
Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menyatakan bahwa jumlah yang meningkat sebanding dengan peningkatan kemungkinan skema penghindaran pajak ini. DJP memperluas pemeriksaan terhadap wajib pajak yang terindikasi melakukan manipulasi data ekspor, khususnya komoditas Crude Palm Oil (CPO).
DJP menemukan bahwa modus yang dicurigai meliputi penyamaran dokumen ekspor Palm Oil Mill Effluent (POME) atau fatty matter atau produk turunan CPO lainnya sebagai limbah. Modus ini dipakai untuk penghindaran pungutan ekspor, pengabaian kewajiban domestic market obligation (DMO), kewajiban pajak dalam negeri, serta indikasi dividen terselubung.
Sebelumnya Bimo mengungkapkan bahwa dari 282 wajib pajak awal teridentifikasi penghindaran pajak, 257 di antaranya diduga menggunakan modus Palm Oil Mill Effluent (POME) pada periode 2021-2024 dengan total nilai Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) mencapai Rp45,9 triliun.
Sementara itu, DJP juga menemukan bahwa modus Fatty Matter (bahan berminyak/limbah) digunakan oleh 25 wajib pajak lainnya sepanjang 2025 dengan nilai PEB sekitar Rp2,08 triliun. Hasil penelusuran ini diperkirakan dapat menghasilkan kerugian negara sebesar Rp140 miliar.
Dalam upaya menegangkan hukum, DJP melakukan pemeriksaan Bukti Permulaan (Bukper) terhadap PT MMS dan tiga perusahaan afiliasinya, yaitu PT LPMS, PT LPMT, dan PT SUNN. Pemeriksaan ini bertujuan memastikan kepatuhan perpajakan dan kebenaran nilai transaksi yang dilaporkan.
Hasil pemeriksaan ini akan menjadi dasar untuk menentukan langkah hukum selanjutnya, termasuk kemungkinan peningkatan status ke tahap penyidikan jika ditemukan bukti permulaan yang cukup.
Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menyatakan bahwa jumlah yang meningkat sebanding dengan peningkatan kemungkinan skema penghindaran pajak ini. DJP memperluas pemeriksaan terhadap wajib pajak yang terindikasi melakukan manipulasi data ekspor, khususnya komoditas Crude Palm Oil (CPO).
DJP menemukan bahwa modus yang dicurigai meliputi penyamaran dokumen ekspor Palm Oil Mill Effluent (POME) atau fatty matter atau produk turunan CPO lainnya sebagai limbah. Modus ini dipakai untuk penghindaran pungutan ekspor, pengabaian kewajiban domestic market obligation (DMO), kewajiban pajak dalam negeri, serta indikasi dividen terselubung.
Sebelumnya Bimo mengungkapkan bahwa dari 282 wajib pajak awal teridentifikasi penghindaran pajak, 257 di antaranya diduga menggunakan modus Palm Oil Mill Effluent (POME) pada periode 2021-2024 dengan total nilai Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) mencapai Rp45,9 triliun.
Sementara itu, DJP juga menemukan bahwa modus Fatty Matter (bahan berminyak/limbah) digunakan oleh 25 wajib pajak lainnya sepanjang 2025 dengan nilai PEB sekitar Rp2,08 triliun. Hasil penelusuran ini diperkirakan dapat menghasilkan kerugian negara sebesar Rp140 miliar.
Dalam upaya menegangkan hukum, DJP melakukan pemeriksaan Bukti Permulaan (Bukper) terhadap PT MMS dan tiga perusahaan afiliasinya, yaitu PT LPMS, PT LPMT, dan PT SUNN. Pemeriksaan ini bertujuan memastikan kepatuhan perpajakan dan kebenaran nilai transaksi yang dilaporkan.
Hasil pemeriksaan ini akan menjadi dasar untuk menentukan langkah hukum selanjutnya, termasuk kemungkinan peningkatan status ke tahap penyidikan jika ditemukan bukti permulaan yang cukup.