Subsidi Transportasi Umum di Jakarta Dipotong, Pengawasan Kualitas Dilakukan
Pemutusan Dana Bagi Hasil (DBH) dari Pemerintah Pusat telah memicu kekhawatiran masyarakat dan oposisi dari kalangan politisi. Pada awal pekan ini, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyatakan bahwa pihaknya akan mengkaji subsidi transportasi umum sebagai upaya efisiensi anggaran setelah ada pemotongan DBH dari pemerintah pusat.
Namun, Gubernur Pramono menegaskan bahwa Pemprov DKI belum tentu menaikkan tarif transportasi umum di Jakarta. Ia menjelaskan bahwa program-program prioritas bagi warga Jakarta yang kurang mampu tidak akan diganggu sama sekali.
Kepada CNN Indonesia, anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Ade Suherman mengatakan bahwa pemangkasan anggaran memang bagian dari efisiensi, tapi prinsipnya pelayanan publik harus tetap maksimal. Warga Jakarta bergantung pada transportasi umum seperti TransJakarta, MRT, dan LRT. Oleh karena itu, efisiensi jangan sampai menurunkan kenyamanan dan keselamatan mereka.
Ade juga menyatakan bahwa TransJakarta telah menekan rasio subsidi per pelanggan menjadi hanya Rp9.831 per penumpang. Pada 2024, PT TransJakarta dapat menekan pendapatan nontiket menjadi Rp218,4 miliar, atau naik 3,5 kali lipat dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya.
Pemuda Fraksi PKS ini juga meminta agar Pemprov DKI Jakarta memberikan kajian yang mendasari usulan Transjakarta tersebut. Ade menegaskan bahwa capaian tersebut menunjukkan efisiensi dapat dilakukan tanpa mengorbankan pelayanan kepada masyarakat.
Dalam rapat yang diadakan oleh Komisi B DPRD DKI Jakarta, ada beberapa hal yang menjadi topik perdebatan antara para pemangku kepentingan transportasi umum di DKI. Salah satunya adalah terkait dengan penyesuaian tarif layanan Transjakarta setelah adanya pengurangan APBD TA 2026 imbas pemotongan DBH dari pemerintah pusat.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Francine Widjojo mengatakan bahwa pihaknya meminta agar Pemprov DKI Jakarta memberikan kajian yang mendasari usulan Transjakarta tersebut. Francine juga menegaskan bahwa penetapan tarif sistem BRT harus memperhatikan kemampuan daya beli masyarakat serta saran dan masukan dari elemen masyarakat.
Dalam keseluruhan, pihak DPRD DKI Jakarta berkomitmen untuk menjaga keseimbangan antara efisiensi anggaran dan kualitas pelayanan publik. Pemuda Fraksi PKS ini juga berharap agar tarif insentif yang di tetapkan antara pukul 05.00 pagi sampai 07.00 pagi dipertahankan.
Pengawasan atas efisiensi anggaran dan kualitas pelayanan publik ini diharapkan dapat dilakukan dengan lebih efektif. Dengan demikian, warga Jakarta dapat menikmati transportasi umum yang terjangkau dan layak untuk mereka.
Pemutusan Dana Bagi Hasil (DBH) dari Pemerintah Pusat telah memicu kekhawatiran masyarakat dan oposisi dari kalangan politisi. Pada awal pekan ini, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyatakan bahwa pihaknya akan mengkaji subsidi transportasi umum sebagai upaya efisiensi anggaran setelah ada pemotongan DBH dari pemerintah pusat.
Namun, Gubernur Pramono menegaskan bahwa Pemprov DKI belum tentu menaikkan tarif transportasi umum di Jakarta. Ia menjelaskan bahwa program-program prioritas bagi warga Jakarta yang kurang mampu tidak akan diganggu sama sekali.
Kepada CNN Indonesia, anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Ade Suherman mengatakan bahwa pemangkasan anggaran memang bagian dari efisiensi, tapi prinsipnya pelayanan publik harus tetap maksimal. Warga Jakarta bergantung pada transportasi umum seperti TransJakarta, MRT, dan LRT. Oleh karena itu, efisiensi jangan sampai menurunkan kenyamanan dan keselamatan mereka.
Ade juga menyatakan bahwa TransJakarta telah menekan rasio subsidi per pelanggan menjadi hanya Rp9.831 per penumpang. Pada 2024, PT TransJakarta dapat menekan pendapatan nontiket menjadi Rp218,4 miliar, atau naik 3,5 kali lipat dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya.
Pemuda Fraksi PKS ini juga meminta agar Pemprov DKI Jakarta memberikan kajian yang mendasari usulan Transjakarta tersebut. Ade menegaskan bahwa capaian tersebut menunjukkan efisiensi dapat dilakukan tanpa mengorbankan pelayanan kepada masyarakat.
Dalam rapat yang diadakan oleh Komisi B DPRD DKI Jakarta, ada beberapa hal yang menjadi topik perdebatan antara para pemangku kepentingan transportasi umum di DKI. Salah satunya adalah terkait dengan penyesuaian tarif layanan Transjakarta setelah adanya pengurangan APBD TA 2026 imbas pemotongan DBH dari pemerintah pusat.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Francine Widjojo mengatakan bahwa pihaknya meminta agar Pemprov DKI Jakarta memberikan kajian yang mendasari usulan Transjakarta tersebut. Francine juga menegaskan bahwa penetapan tarif sistem BRT harus memperhatikan kemampuan daya beli masyarakat serta saran dan masukan dari elemen masyarakat.
Dalam keseluruhan, pihak DPRD DKI Jakarta berkomitmen untuk menjaga keseimbangan antara efisiensi anggaran dan kualitas pelayanan publik. Pemuda Fraksi PKS ini juga berharap agar tarif insentif yang di tetapkan antara pukul 05.00 pagi sampai 07.00 pagi dipertahankan.
Pengawasan atas efisiensi anggaran dan kualitas pelayanan publik ini diharapkan dapat dilakukan dengan lebih efektif. Dengan demikian, warga Jakarta dapat menikmati transportasi umum yang terjangkau dan layak untuk mereka.