Daftar Pasal RUU KUHAP Kontroversial yang Ramai Dikritik

Banyak Pasal di Draf RUU KUHAP yang Menjadi Sorotan Masyarakat

Dalam Rapat Paripurna DPR RI, diterapkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dan sekarang akan disahkan. Namun, beberapa pasal di dalamnya telah menimbulkan kontroversi dan mendapat sorotan masyarakat.

Sekitar bulan lalu, dibahas dalam Rapat Komisi III DPR RI, Rancangan Undang-Undang tersebut terus mendapat perdebatan dari masyarakat. Sebagian pasal di dalamnya menyebabkan pembicaraan berlanjut dan memicu berbagai pertanyaan dan ketidaksengaja dari rakyat.

Dalam konteks ini, penulis menginginkan untuk membahas 8 pasal yang menjadi sorotan masyarakat selama perdebatan RUU KUHAP di DPR RI. Berikut adalah penjelasannya:

1. Pasal 23: Laporan Berpotensi Diabaikan

Sebagian dari para ahli menyatakan bahwa pasal ini hanya mengatur alur pelaporan secara internal di kepolisian, tetapi tidak menjelaskan kewajiban tindak lanjut, batas waktu pemeriksaan laporan, atau mekanisme pengawasan. Akibatnya, laporan masyarakat terutama korban kekerasan seksual berpotensi diabaikan tanpa pertanggung jawaban.

2. Pasal 149, 152, 153, 154: Pengawasan Hakim Dipersempit

Sebagian pasal ini mempersempit peran hakim dalam mengawasi kerja penyelidik. Artinya, banyak keputusan penting saat penyidikan bisa dilakukan tanpa sepengetahuan pengadilan. Hal ini dikhawatirkan membuka ruang penyalahgunaan wewenang.

3. Pasal 85, 88, 89, 90, 93, 105, 106, 112: Upaya Paksa Tanpa Batasan Jelas

Pasal-pasal ini mengatur penangkapan, penggeledahan, dan penyitaan. Namun, standar “kapan boleh melakukan upaya paksa” tidak dijelaskan secara tegas. Tanpa batasan tersebut, tindakan aparat rawan menjadi sewenang-wenang dan berpotensi melanggar hak warga.

4. Pasal 138 ayat (2) huruf d, 191 ayat (2), 223 ayat (2)-(3): Sidang Elektronik Minim Transparansi

RUU memperbolehkan sidang dilakukan secara daring, namun tidak mengatur standar keamanan, rekaman, hingga akses publik. Tanpa aturan teknis, sidang elektronik berpotensi tidak transparan, bahkan rentan manipulasi.

5. Pasal 16: Investigasi Khusus Tanpa Pengawasan

Pasal ini memberi ruang bagi penyelidik menggunakan metode investigasi khusus seperti pembelian terselubung. Masalahnya, pasal ini tidak mewajibkan izin hakim atau pengawasan pihak luar. Teknik seperti ini bisa disalah gunakan untuk menjebak warga.

6. Pasal 134–139, 168–169, 175 ayat (7): Hak Korban dan Saksi Tidak Operasional

RUU memang menyebut hak korban dan saksi, namun tidak menjelaskan siapa yang bertanggung jawab memenuhinya, seperti pendampingan psikologis atau bantuan hukum. Akibatnya, hak ini mudah diabaikan atau saling lempar tanggung jawab antar instansi.

7. Pasal 85–88, 222, 224–225: Standar Pembuktian Tidak Jelas

Pasal-pasal ini tidak menjelaskan apa itu “bukti yang cukup”, seberapa kuat bukti harusnya, atau bagaimana menilai relevansi.

8. Pasal 33, 142 ayat (3) huruf b, 146 ayat (4)-(5), 197 ayat (10), Pasal 1 angka 20–21: Peran Advokat Dipersempit

Sebagian pasal dianggap mempersulit peran advokat dalam mendampingi tersangka dan saksi. Jika ruang kerja kuasa hukum dibatasi, proses peradilan menjadi tidak seimbang antara aparat dan warga yang sedang diperiksa.

Pada akhirnya, perlu diingat bahwa pengaturan kehakiman di negara ini masih dalam pembicaraan dan berjalan dengan cepat.
 
Bisanya aja di DPR RI ngerasa seperti drama komedi, tapi kali ini malah ngeluar banget! Seperti nggabungin pasal-pasal yang salah sama-sama untuk memperburuk situasi. Misalnya pasal 23 yang bikin laporan korban kekerasan seksual diabaikan. Atau pasal 85 sampai 90 yang bikin aparat rawan bisa sewenang-wenang, itulah yang membuat kita keraguan dengan sistem hukum ini 🤔

Dan aja kalau itu bukan enough, ada pasal 33 yang mempersulit peran advokat dalam mendampingi tersangka dan saksi. Itu bikin kita merasa seperti dihadapkan dua lawan: aparat yang kuat dan warga yang kurang berdaya 😕

Seperti ini, draf RUU KUHAP itu malah menggandeng pasal-pasal yang salah untuk memperburuk kehakiman. Biar apa lagi keberatan kita? 🤷
 
aku pikir kalau pasal 23 itu kayak giliran korban yang harus selalu memberitahu semua orang apa yang terjadi padanya, tapi tidak ada standar apa-apa tentang bagaimana cara melakukannya. gimana kalau korban malah takut untuk memberitahu karena khawatir akan ditangkap atau dibawa ke tempat yang tidak aman? 🤔

dan pasal 149 itu kayak nanya, di mana ada orang yang bisa mengatakan bahwa hakim itu benar-benar tidak tahu apa-apa tentang proses penyelidikan. kalau demikian bagaimana korban bisa percaya bahwa proses ini akan adil? 😒
 
RUU KUHAP lagi-lagi bikin keributan 🤯 Dari pasal yang bikin korban lemah hingga pasal yang bikin advokat merasa dipersulit, jadi wajib disoroti dan diselesaikan 👊
 
kira-kira nggak jadi masalah jika pasal 23 disorotin lagi lagi, siapa yang nanya ke mana korban kekerasan seksual itu? masyarakat atau aparat? mungkin kalau sengaja diterapkan dengan benar, pasal ini bisa membantu memperbaiki laporan yang diabaikan, tapi nggak ngerti apakah mereka udah siap-siapin untuk itu
 
Aku pikir pasal 23 tentang laporan berpotensi diabaikan itu ngerasa sangat penting. Jika korban kekerasan seksual tidak bisa melaporkan secara efektif, apa lagi kasihannya? Aku khawatir kalau RUU KUHAP ini akan memperparah masalah seperti ini.

Dan pasal 85-88 tentang upaya paksa tanpa batasan jelas itu juga serius banget. Kalau tidak ada standar yang jelas, aparat bisa saja melakukan tindakan yang tidak pantas dan melanggar hak warga. Itu ngerasa sangat tidak adil.

Saya rasa kita perlu mempertimbangkan kembali pasal-pasal ini sebelum RUU KUHAP disahkan. Kalau tidak, aku khawatir kalau kita akan kehilangan kebebasan dan hak-hak warga di Indonesia 🤔
 
Saya pikir pasal 23 dan 16 di RUU KUHAP itu banget-banget salah 🤦‍♂️. Laporan korban kekerasan seksual sih bisa terabaikan karena pasal 23 nggak menjelaskan kewajiban tindak lanjut atau mekanisme pengawasan. Sedangkan pasal 16 sebenarnya bisa digunakan oleh penyelidik untuk menjebak warga, tapi tidak ada perlindungan bagi hakim atau pengadilan. Itu tidak adil sama sekali 🚫
 
Aku rasa ada sesuatu yang salah di sana... pasal 3, misalnya, yang menyebutkan tentang "penyelidikan" secara umum. Aku pikir itu perlu dijelaskan lebih lanjut agar tidak ada kesalahpahaman. Contohnya, siapa yang bertanggung jawab dalam melakukan penyelidikan? Apakah hanya penyelidik sendiri atau juga ada orang lain yang juga ikut berpartisipasi? Itu penting untuk diingat agar proses hukum tetap adil dan tidak terjebak dalam kesalahpahaman. 😊
 
🤔💡 aku pikir pasal 23 itu penting banget, karena kalau korban kekerasan seksual tidak bisa melapor dan tindak lanjutnya tidak ada tanggung jawab siapa pun, maka gini aja hasilnya: korban terus dihantui dan tidak mendapatkan justisinya. 🚫🕷️

atau misalnya pasal 85-89 itu kalau tidak ada standar yang jelas, maka aparat bisa melakukan hal-hal apa saja tanpa harus menanggung jawabnya... itulah yang membuat aku pikir keamanan dan hak warga perlu diwaspadai. 😬👮

sayangnya banyak pasal itu masih memerlukan perbaikan, tetapi aku senang melihat bahwa masyarakat sudah aktif mengkritik dan memberi saran untuk meningkatkan kualitas RUU KUHAP ini. 💡💬
 
Gue pikir pasal 85-88 ini penting banget, tapi siapa yang bisa baca dan memahami standar pembuktian yang dipersulitkan tuh, kayaknya hanya orang-orang yang suka panas dan suka ngobrol bareng advokat aja. 🤔
 
Wow 🤯, pasal-pasal di RUU KUHAP yang menjadi sorotan masyarakat itu benar-benar membuat perdebatan panas nih 😂. Mereka kayaknya harus lebih teliti dulu sebelum disahkan ya 🙏.
 
ini 8 pasal yang bikin rakyat penasaran banget apa aja gampangnya buat aparat kriminal tapi warga sulit ngerti. seperti pasal 23, kalau korban kekerasan seksual laporan-nya diabaikan apa lagi kalau si korban ini tidak punya biaya mahal untuk memperjuangkan haknya. itu gini jaman now, kita harus lebih berhati-hati dengan cara aparat kriminal ini. pasal 85 sampai 90 juga bikin rakyat was-was, kalau upaya paksa diadakan tanpa standar yang jelas itu bisa jadi penindasan warga.
 
🤔 Aku pikir pasal 85-89 terlalu lembut, kalau tidak ada standar jelas, maka aparat bisa malas melakukan penangkapan atau penyitaan tanpa batasan. Itu akan bikin korban kekerasan seksual dan pelaku kejahatan merasa aman, tapi nyaris tak terdeteksi lagi 🚫.
 
Gue pikir pasal 23 yang jadi sorotan masyarakat ini benar-benar penting banget! Jika laporan korban kekerasan seksual diabaikan, itu berarti tidak ada tanggung jawab atas tindakan aparat. Gue khawatir siapa yang akan bertanggung jawab jika terjadi kesalahan dalam penanganan kasus tersebut? Gue harap pemerintah bisa memperhatikan hal ini dan memberi aturan yang lebih ketat agar laporan korban tidak diabaikan lagi. 💡
 
ini mewakili kekhawatiran masyarakat kalo pasal-pasal itu diimplementasikan. pertanyaannya bagaimana cara mencegah korban kekerasan seksual diabaikan? mungkin perlu ada bantuan teknologi seperti aplikasi yang mempermudah laporan, atau pelayanan psikologis yang lebih cepat.
 
Saya pikir kalau ada 8 pasal yang sangat menjadi sorotan masyarakat, itu sebenarnya sudah cukup banyak ya 🤯. Mereka semua memerlukan penjelasan lebih lanjut dan perhatian dari para ahli hukum dan pemerintah. Misalnya pasal 23 yang diabaikan laporan masyarakat Korban kekerasan seksual itu gede banget! 🚨 Jangan boleh jadi begitu, harus ada mekanisme pengawasan juga ya 😊. Pasal 149-154 juga perlu dihati kembali agar tidak merusak integritas hakim yang seharusnya memberikan keadilan bagi masyarakat 🤝. Dan pasal lainnya seperti 85-88 dan 105-106 jg perlu ditinjau kembali agar upaya paksa tidak berlebihan dan menghormati hak warga 👍.
 
gak kaget banget nggak ya, pasal-pasal di RUU KUHAP yang disebutkan itu pasti masalahnya... misalnya pasal 23 benar-benar ganti rugi korban kekerasan seksual kalau gak ada pengawasan tadi. tapi kalo kita lihat dari perspektif orang di kepolisian, mungkin gak ada yang salah, kan? saya rasa perlu ada kesempatan bagi mereka untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan itu juga, jangan lupa pasal-pasal itu disusun oleh orang yang punya ilmu dan pengalaman...
 
kembali
Top