Komisi III DPR RI dan pemerintah punya keputusan untuk membawa dan menyahkan rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Rencananya, RUU ini akan disahkan di Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa, 18 November 2025.
Namun, beberapa pasal dalam rancangan undang-undang ini mendapat sorotan publik karena dianggap kontroversial. Salah satunya adalah Restorative Justice atau RJ yang menurut netizen dan elemen masyarakat kontroversial juga.
Berikut pasal-pasal RUU KUHAP yang kontroversial ramai dikritik publik:
Pasar 23: Laporan berpotensi diabaikan. Dalam pasal ini, terdapat alur pelaporan secara internal kepolisian yang hanya mengatur alur pelaporan saja tapi tidak menjelaskan kewajiban tindak lanjut, batas waktu pemeriksaan laporan, atau mekanisme pengawasan.
Pasar 149,152,153,154: Pengawasan hakim dipersempit. Sejumlah pasal ini mempersempit peran hakim dalam mengawasi kerja penyidik. Artinya, banyak keputusan penting saat penyidikan bisa dilakukan tanpa sepengetahuan pengadilan.
Pasar 85,88,89,90,93,105,106,112: Upaya paksa tanpa batasan jelas. Pasal-pasal ini mengatur penangkapan, penggeledahan, dan penyitaan tapi tidak menjelaskan standar “kapan boleh melakukan upaya paksa”.
Pasar 138 ayat (2) huruf d,191 ayat (2),223 ayat (2)-(3): Sidang elektronik minim transparansi. RUU memperbolehkan sidang dilakukan secara daring tapi tidak mengatur standar keamanan, rekaman, hingga akses publik.
Pasar 16: Investigasi khusus tanpa pengawasan. Pasal ini memberi ruang bagi penyelidik menggunakan metode investigasi khusus seperti pembelian terselubung tapi pasal ini tidak mewajibkan izin hakim atau pengawasan pihak luar.
Pasar 134–139,168–169,175 ayat (7): Hak korban dan saksi tidak operasional. RUU menyebut hak korban dan saksi tapi tidak menjelaskan siapa yang bertanggung jawab memenuhinya.
Pasar 85-88,222,224-225: Standar pembuktian tidak jelas. Pasal-pasal ini tidak menjelaskan apa itu “bukti yang cukup”, seberapa kuat bukti harusnya, atau bagaimana menilai relevansi.
Pasar 33,142 ayat (3) huruf b,146 ayat (4)-(5),197 ayat (10): Peran advokat dipersempit. Sejumlah pasal dianggap mempersulit peran advokat dalam mendampingi tersangka dan saksi.
Pasar 74-83: Restorative Justice (RJ). RUU mencampuradukkan konsep RJ dengan penghentian perkara tanpa pengawasan pengadilan yang memadai, penyelesaian damai ini berisiko dipakai “menghilangkan” kasus, terutama yang melibatkan orang berpengaruh.
Namun, beberapa pasal dalam rancangan undang-undang ini mendapat sorotan publik karena dianggap kontroversial. Salah satunya adalah Restorative Justice atau RJ yang menurut netizen dan elemen masyarakat kontroversial juga.
Berikut pasal-pasal RUU KUHAP yang kontroversial ramai dikritik publik:
Pasar 23: Laporan berpotensi diabaikan. Dalam pasal ini, terdapat alur pelaporan secara internal kepolisian yang hanya mengatur alur pelaporan saja tapi tidak menjelaskan kewajiban tindak lanjut, batas waktu pemeriksaan laporan, atau mekanisme pengawasan.
Pasar 149,152,153,154: Pengawasan hakim dipersempit. Sejumlah pasal ini mempersempit peran hakim dalam mengawasi kerja penyidik. Artinya, banyak keputusan penting saat penyidikan bisa dilakukan tanpa sepengetahuan pengadilan.
Pasar 85,88,89,90,93,105,106,112: Upaya paksa tanpa batasan jelas. Pasal-pasal ini mengatur penangkapan, penggeledahan, dan penyitaan tapi tidak menjelaskan standar “kapan boleh melakukan upaya paksa”.
Pasar 138 ayat (2) huruf d,191 ayat (2),223 ayat (2)-(3): Sidang elektronik minim transparansi. RUU memperbolehkan sidang dilakukan secara daring tapi tidak mengatur standar keamanan, rekaman, hingga akses publik.
Pasar 16: Investigasi khusus tanpa pengawasan. Pasal ini memberi ruang bagi penyelidik menggunakan metode investigasi khusus seperti pembelian terselubung tapi pasal ini tidak mewajibkan izin hakim atau pengawasan pihak luar.
Pasar 134–139,168–169,175 ayat (7): Hak korban dan saksi tidak operasional. RUU menyebut hak korban dan saksi tapi tidak menjelaskan siapa yang bertanggung jawab memenuhinya.
Pasar 85-88,222,224-225: Standar pembuktian tidak jelas. Pasal-pasal ini tidak menjelaskan apa itu “bukti yang cukup”, seberapa kuat bukti harusnya, atau bagaimana menilai relevansi.
Pasar 33,142 ayat (3) huruf b,146 ayat (4)-(5),197 ayat (10): Peran advokat dipersempit. Sejumlah pasal dianggap mempersulit peran advokat dalam mendampingi tersangka dan saksi.
Pasar 74-83: Restorative Justice (RJ). RUU mencampuradukkan konsep RJ dengan penghentian perkara tanpa pengawasan pengadilan yang memadai, penyelesaian damai ini berisiko dipakai “menghilangkan” kasus, terutama yang melibatkan orang berpengaruh.