Kritik PAKAR keamanan siber Pratama Persadha: Implementasi UU Perlindungan Data Pribadi Tidak Nyata
Setelah satu tahun berlalu sejak Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) diberlakukan, masih banyak kritik yang muncul mengenai implementasi UU tersebut. Menurut Pratama Persadha, seorang pria yang menggeluti dunia siber sejak 1999 di Akademi Sandi Negara ini, perlindungan data pribadi yang diberikan pemerintah belum nyata.
Pratama menekankan bahwa UU PDP sejatinya menjadi tonggak penting bagi Indonesia untuk menegakkan kedaulatan data dan melindungi hak warga negara atas informasi pribadinya. Namun, tanpa pelaksanaan yang konkret dan institusi pelaksana yang kuat, regulasi ini akan kehilangan maknanya.
Menurut Pratama, saat ini tidak bisa lagi ditunda implementasi UU PDP, karena setahun terakhir masyarakat Indonesia menjadi sasaran berbagai bentuk kejahatan digital. Kebocoran data pribadi di sektor publik maupun swasta, penipuan online yang merajalela, maraknya judi online, serta berbagai modus scam yang memanfaatkan rekayasa sosial dan kecerdasan buatan menjadi permasalahan utama.
"Pola serangan digital ini menandakan bahwa data pribadi warga telah menjadi komoditas yang diperdagangkan secara ilegal di ruang siber," kata Pratama. "Ketiadaan lembaga otoritatif yang menjalankan fungsi pengawasan dan penegakan hukum secara tegas membuat situasi ini kian mengkhawatirkan."
Pratama juga menekankan bahwa Badan Pelindungan Data Pribadi (PDP) yang diamanatkan UU PDP seharusnya telah menjadi garda depan dalam memastikan kepatuhan lembaga dan perusahaan terhadap prinsip-prinsip perlindungan data. Namun, hingga kini pembentukannya belum dilakukan oleh Presiden.
"Tanpa Badan PDP dan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai dasar teknis implementasi, mekanisme penegakan hukum, tata kelola data, serta standar kepatuhan tidak memiliki kejelasan operasional," ujar Pratama. "Kehadiran Badan PDP bukan sekadar kebutuhan administratif, melainkan sebuah urgensi strategis nasional."
Pratama juga menambahkan bahwa kepemimpinan lembaga ini tidak boleh sekadar berdasarkan penunjukan politik, tetapi harus didasarkan pada kompetensi teknis dan pengalaman yang mendalam dalam bidang keamanan siber, tata kelola data, serta privasi digital.
"Oleh karena itu, momen ini sekaligus sebagai pengingat strategis kepada Presiden, agar segera diambil langkah konkret membentuk Badan PDP, demi memastikan pelaksanaan UU PDP berjalan sesuai amanat konstitusi Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 dan menjaga marwah pemerintah dalam menegakkan hukum di ruang digital," ucap Pratama.
Setelah satu tahun berlalu sejak Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) diberlakukan, masih banyak kritik yang muncul mengenai implementasi UU tersebut. Menurut Pratama Persadha, seorang pria yang menggeluti dunia siber sejak 1999 di Akademi Sandi Negara ini, perlindungan data pribadi yang diberikan pemerintah belum nyata.
Pratama menekankan bahwa UU PDP sejatinya menjadi tonggak penting bagi Indonesia untuk menegakkan kedaulatan data dan melindungi hak warga negara atas informasi pribadinya. Namun, tanpa pelaksanaan yang konkret dan institusi pelaksana yang kuat, regulasi ini akan kehilangan maknanya.
Menurut Pratama, saat ini tidak bisa lagi ditunda implementasi UU PDP, karena setahun terakhir masyarakat Indonesia menjadi sasaran berbagai bentuk kejahatan digital. Kebocoran data pribadi di sektor publik maupun swasta, penipuan online yang merajalela, maraknya judi online, serta berbagai modus scam yang memanfaatkan rekayasa sosial dan kecerdasan buatan menjadi permasalahan utama.
"Pola serangan digital ini menandakan bahwa data pribadi warga telah menjadi komoditas yang diperdagangkan secara ilegal di ruang siber," kata Pratama. "Ketiadaan lembaga otoritatif yang menjalankan fungsi pengawasan dan penegakan hukum secara tegas membuat situasi ini kian mengkhawatirkan."
Pratama juga menekankan bahwa Badan Pelindungan Data Pribadi (PDP) yang diamanatkan UU PDP seharusnya telah menjadi garda depan dalam memastikan kepatuhan lembaga dan perusahaan terhadap prinsip-prinsip perlindungan data. Namun, hingga kini pembentukannya belum dilakukan oleh Presiden.
"Tanpa Badan PDP dan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai dasar teknis implementasi, mekanisme penegakan hukum, tata kelola data, serta standar kepatuhan tidak memiliki kejelasan operasional," ujar Pratama. "Kehadiran Badan PDP bukan sekadar kebutuhan administratif, melainkan sebuah urgensi strategis nasional."
Pratama juga menambahkan bahwa kepemimpinan lembaga ini tidak boleh sekadar berdasarkan penunjukan politik, tetapi harus didasarkan pada kompetensi teknis dan pengalaman yang mendalam dalam bidang keamanan siber, tata kelola data, serta privasi digital.
"Oleh karena itu, momen ini sekaligus sebagai pengingat strategis kepada Presiden, agar segera diambil langkah konkret membentuk Badan PDP, demi memastikan pelaksanaan UU PDP berjalan sesuai amanat konstitusi Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 dan menjaga marwah pemerintah dalam menegakkan hukum di ruang digital," ucap Pratama.