Pemerintah RI, melalui Presiden Prabowo Subianto, telah menetapkan Velix Wanggai sebagai ketua Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BKP3). Komite ini ditunjuk untuk membantu kerja BKP3 yang diketuai Wapres Gibran Rakabuming Raka, sebagai amanat UU Otsus Papua.
Pembentukan komite khusus ini bertujuan untuk mengelola secara khusus agenda pembangunan di Papua. Dalam waktu dekat, Velix akan melakukan konsolidasi kebijakan dan strategi di Papua, termasuk dalam menangani masalah konflik Papua.
Namun, peneliti Pusat Riset Kewilayahan BRIN Cahyo Pamungkas berpendapat bahwa komite eksekutif ini berpotensi tumpang tindih atau "overlapping" dengan BKP3. Ia khawatir bahwa kedua lembaga itu justru tumpang tindih dan menghadapi dualisme, yang dapat mempengaruhi efektivitas kerja komite.
Cahyo juga menyoroti bahwa UU Otsus Papua memiliki pasal 68A ayat (3) yang menyebutkan pembentukan lembaga kesekretariatan yang berkantor di Papua. Ia berpendapat bahwa komite eksekutif ini hanya melayani BKP3, bukan memiliki fungsinya sendiri.
Selain itu, Cahyo juga menyoroti komposisi anggota komite eksekutif yang menggawangi purnawirawan TNI/Polri. Ia khawatir bahwa kehadiran mereka dapat mempengaruhi pendekatan pemerintah dalam menangani masalah di Papua.
Pakar kebijakan publik Universitas Pamulang Cusdiawan berpesan kepada pemerintah dan komite eksekutif untuk mengedepankan pendekatan dialogis dalam menangani masalah konflik Papua. Ia menyatakan bahwa pendekatan militeristik hanya akan menghasilkan dendam sejarah yang berkepanjangan.
Dalam keseluruhan, pembentukan komite eksekutif ini merupakan langkah penting dalam menangani masalah di Papua. Namun, perlu dilakukan evaluasi secara kritis dan terukur untuk memastikan bahwa komite ini dapat berfungsi dengan efektif dan efisien.
Pembentukan komite khusus ini bertujuan untuk mengelola secara khusus agenda pembangunan di Papua. Dalam waktu dekat, Velix akan melakukan konsolidasi kebijakan dan strategi di Papua, termasuk dalam menangani masalah konflik Papua.
Namun, peneliti Pusat Riset Kewilayahan BRIN Cahyo Pamungkas berpendapat bahwa komite eksekutif ini berpotensi tumpang tindih atau "overlapping" dengan BKP3. Ia khawatir bahwa kedua lembaga itu justru tumpang tindih dan menghadapi dualisme, yang dapat mempengaruhi efektivitas kerja komite.
Cahyo juga menyoroti bahwa UU Otsus Papua memiliki pasal 68A ayat (3) yang menyebutkan pembentukan lembaga kesekretariatan yang berkantor di Papua. Ia berpendapat bahwa komite eksekutif ini hanya melayani BKP3, bukan memiliki fungsinya sendiri.
Selain itu, Cahyo juga menyoroti komposisi anggota komite eksekutif yang menggawangi purnawirawan TNI/Polri. Ia khawatir bahwa kehadiran mereka dapat mempengaruhi pendekatan pemerintah dalam menangani masalah di Papua.
Pakar kebijakan publik Universitas Pamulang Cusdiawan berpesan kepada pemerintah dan komite eksekutif untuk mengedepankan pendekatan dialogis dalam menangani masalah konflik Papua. Ia menyatakan bahwa pendekatan militeristik hanya akan menghasilkan dendam sejarah yang berkepanjangan.
Dalam keseluruhan, pembentukan komite eksekutif ini merupakan langkah penting dalam menangani masalah di Papua. Namun, perlu dilakukan evaluasi secara kritis dan terukur untuk memastikan bahwa komite ini dapat berfungsi dengan efektif dan efisien.