Pemerintah Indonesia mengumumkan pembentukan Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BKP3) dengan tujuan untuk membantu pengelolaan pembangunan di wilayah tersebut. Komite ini dipimpin oleh Velix Wanggai dan dibantu oleh sembilan anggota, yang kemudian dilantik Presiden RI Prabowo Subianto pada Rabu (8/10).
Menurut Mensesneg Prasetyo Hadi, pembentukan komite ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja BKP3 dalam mengelola pembangunan di Papua. Namun, peneliti Pusat Riset Kewilayahan BRIN Cahyo Pamungkas berpendapat bahwa komite eksekutif ini memiliki potensi tumpang tindih dengan BKP3, karena beberapa anggota komite tersebut juga merupakan purnawirawan TNI/Polri.
Cahyo juga menyoroti kekhawatiran bahwa pemerintah masih menggunakan pendekatan konservatif dalam menangani persoalan di Papua, dan bahwa kehadiran purnawirawan ini dapat memperlambat penyelesaian masalah tersebut. Ia juga menegaskan pentingnya pendekatan dialogis dalam menangani konflik Papua, dan bahwa pemerintah harus mengedepankan penanganan masalah konflik dengan pendekatan yang lebih santun dan menghormati hak-hak masyarakat adat.
Selain itu, Cahyo juga menyoroti pentingnya evaluasi secara kritis dan terukur untuk mengatasi masalah di Papua. Ia mengatakan bahwa pola pendekatan yang digunakan oleh pemerintah dalam menangani masalah tersebut salah, dan bahwa diperlukan perubahan strategi untuk meningkatkan kebijaksanaan dan efisiensi pembangunan di wilayah tersebut.
Dalam beberapa hari terakhir, Papua telah mengalami ketegangan sosial yang lebih besar, dengan peningkatan kasus kekerasan dan penangkapan warga sipil. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa pemerintah belum dapat menyelesaikan masalah di Papua dengan efektif.
Menurut Mensesneg Prasetyo Hadi, pembentukan komite ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja BKP3 dalam mengelola pembangunan di Papua. Namun, peneliti Pusat Riset Kewilayahan BRIN Cahyo Pamungkas berpendapat bahwa komite eksekutif ini memiliki potensi tumpang tindih dengan BKP3, karena beberapa anggota komite tersebut juga merupakan purnawirawan TNI/Polri.
Cahyo juga menyoroti kekhawatiran bahwa pemerintah masih menggunakan pendekatan konservatif dalam menangani persoalan di Papua, dan bahwa kehadiran purnawirawan ini dapat memperlambat penyelesaian masalah tersebut. Ia juga menegaskan pentingnya pendekatan dialogis dalam menangani konflik Papua, dan bahwa pemerintah harus mengedepankan penanganan masalah konflik dengan pendekatan yang lebih santun dan menghormati hak-hak masyarakat adat.
Selain itu, Cahyo juga menyoroti pentingnya evaluasi secara kritis dan terukur untuk mengatasi masalah di Papua. Ia mengatakan bahwa pola pendekatan yang digunakan oleh pemerintah dalam menangani masalah tersebut salah, dan bahwa diperlukan perubahan strategi untuk meningkatkan kebijaksanaan dan efisiensi pembangunan di wilayah tersebut.
Dalam beberapa hari terakhir, Papua telah mengalami ketegangan sosial yang lebih besar, dengan peningkatan kasus kekerasan dan penangkapan warga sipil. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa pemerintah belum dapat menyelesaikan masalah di Papua dengan efektif.