Banyak desainer perempuan di Indonesia menghadapi tantangan ageism, yang merupakan bentuk diskriminasi atau stereotyping berdasarkan usia. Seperti Asti Surya, yang saat ini memimpin labelnya sendiri setelah menjadi senior desainer di sebuah perusahaan fashion. Awalnya dia merasa stres dan tidak percaya dirinya, tetapi kemudian dia menemukan kekuatan untuk mengatasi tekanan tersebut dengan menerima kebaruan dan memiliki kemauan untuk belajar.
"Aku awalnya pikir 'kenapa aku harus mencoba hal-hal baru? Aku sudah lama di industri ini'," katanya. "Tapi, sekarang aku mau mulai belajar dari mereka [Generasi Z], karena saya ingin menjadi lebih relevan dan percaya diri."
Selain Asti Surya, delapan desainer lainnya juga menghadapi tekanan ageism dalam industri fashion. Mereka termasuk Kleting Titis Wigati, Velda Anabela, Rebecca Billina, Juliana Ng, Ansy Savitri, Vivian Mazuki, Fitria Vidyawati, dan Bonnie Natasha Arif.
Banyak dari mereka yang harus beradaptasi dengan perubahan teknologi dan media sosial. Mereka tidak hanya harus memahami platform-pembawa konten di internet melainkan juga harus memiliki kemampuan untuk menghasilkan karya-karya yang dapat menarik perhatian masyarakat.
Namun, ageism bukanlah yang satu-satunya tantangan yang mereka hadapi. Mereka juga harus menghadapi rasa jenuh dan keputusasaan yang seringkali dialami oleh desainer di industri fashion.
"Setiap orang pasti bisa merasa terhubung dari cerita kesembilan orang ini," kata Creative Director JWT Andandika Surasetja. "Sebenarnya yang dihadapi juga sama, rasa jenuh dan perjuangan jatuh bangun."
Program Jakarta Fashion Week 2025 menjadi bentuk inspirasi bagi banyak orang. Meskipun usia bukanlah alasan untuk menghalangi seseorang berkarya, namun yang penting adalah memiliki kemauan untuk beradaptasi dan memiliki kekuatan untuk mengatasi tekanan tersebut.
"Desainer-desiner ini adalah orang-orang yang bisa bertahan sampai sekarang. Mereka menginspirasi dengan transformasinya, dengan mengembalikan relevansinya," kata Senior Brand Manager Pond's Esa Mahira Arman.
Maka dari itu, bagi para desainer di Indonesia, penting untuk memiliki kekuatan dan kemauan untuk mengatasi tekanan ageism dan terus berkarya dengan semangat.
"Aku awalnya pikir 'kenapa aku harus mencoba hal-hal baru? Aku sudah lama di industri ini'," katanya. "Tapi, sekarang aku mau mulai belajar dari mereka [Generasi Z], karena saya ingin menjadi lebih relevan dan percaya diri."
Selain Asti Surya, delapan desainer lainnya juga menghadapi tekanan ageism dalam industri fashion. Mereka termasuk Kleting Titis Wigati, Velda Anabela, Rebecca Billina, Juliana Ng, Ansy Savitri, Vivian Mazuki, Fitria Vidyawati, dan Bonnie Natasha Arif.
Banyak dari mereka yang harus beradaptasi dengan perubahan teknologi dan media sosial. Mereka tidak hanya harus memahami platform-pembawa konten di internet melainkan juga harus memiliki kemampuan untuk menghasilkan karya-karya yang dapat menarik perhatian masyarakat.
Namun, ageism bukanlah yang satu-satunya tantangan yang mereka hadapi. Mereka juga harus menghadapi rasa jenuh dan keputusasaan yang seringkali dialami oleh desainer di industri fashion.
"Setiap orang pasti bisa merasa terhubung dari cerita kesembilan orang ini," kata Creative Director JWT Andandika Surasetja. "Sebenarnya yang dihadapi juga sama, rasa jenuh dan perjuangan jatuh bangun."
Program Jakarta Fashion Week 2025 menjadi bentuk inspirasi bagi banyak orang. Meskipun usia bukanlah alasan untuk menghalangi seseorang berkarya, namun yang penting adalah memiliki kemauan untuk beradaptasi dan memiliki kekuatan untuk mengatasi tekanan tersebut.
"Desainer-desiner ini adalah orang-orang yang bisa bertahan sampai sekarang. Mereka menginspirasi dengan transformasinya, dengan mengembalikan relevansinya," kata Senior Brand Manager Pond's Esa Mahira Arman.
Maka dari itu, bagi para desainer di Indonesia, penting untuk memiliki kekuatan dan kemauan untuk mengatasi tekanan ageism dan terus berkarya dengan semangat.