"Orang Kaya RI Tidak Minum Air Mineral dari Pegunungan Salak"
Mengapa orang kaya Indonesia memilih untuk minum air mineral dari pegunungan di Fiji hingga Alpen? Jawabannya jauh lebih kompleks daripada yang duga. Menurut laporan Alinea, air mineral impor yang masuk ke RI dianggap sebagai produk premium dan menjadi favorit di restoran bintang lima, hotel internasional, serta layanan katering penerbangan atau diplomatik.
Arab Saudi juga memiliki produk air unggulan, seperti Zamzam Water yang dikomersialisasikan secara terbatas, serta sejumlah air mineral botolan yang berasal dari pengeboran dalam dan pengolahan khusus di kawasan Taif dan Mekah. Merek seperti Nova Water dan Berain telah mulai masuk ke sejumlah negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Sementara itu, es dari Bahrain dan UEA juga bukan sembarang es. Produk ini banyak digunakan dalam kebutuhan industri makanan dan minuman kelas atas, termasuk untuk ekspor ulang produk olahan laut, penyimpanan spesifik untuk kedutaan, hingga event internasional.
Kebutuhan akan air mineral impor di Indonesia meningkat dalam lima bulan awal 2025. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan menunjukkan, nilai impor air mineral (HS 22011010) ke RI mencapai US$1,74 juta atau naik 148,48% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Negara pemasok terbesar datang dari Prancis, diikuti Fiji, Italia, dan Jepang. Arab Saudi sendiri eksportir air ke Indonesia dengan mengirim 24,4 ton air mineral, dengan nilai naik 268% secara tahunan.
Kondisi ini tentu mengundang tanya: mengapa Indonesia, negara dengan curah hujan tinggi dan sumber daya air melimpah, harus mengimpor air mineral dan es? Jawabannya adalah karena peningkatan hubungan dagang bilateral dengan Arab Saudi. Pada awal Juli 2025, Indonesia dan Arab Saudi menandatangani kesepakatan kerja sama senilai US$27 miliar, termasuk sektor logistik, pangan, hingga hospitality.
Peluang ini membuka arus perdagangan produk-produk terspesialisasi yang sebelumnya tidak dominan. Terbukanya jalur logistik langsung dari Jeddah dan Manama ke pelabuhan besar di Indonesia juga mempercepat distribusi barang-barang non-primer seperti air dan es. Biaya logistik yang makin efisien membuat margin distribusi makin tipis, memungkinkan restoran atau hotel premium mendatangkan produk luar negeri dengan harga lebih terjangkau.
Meski nilai impornya tergolong kecil dalam konteks total perdagangan, lonjakan persentase mencerminkan permintaan pasar yang berubah. Segmen premium air minum dalam kemasan (AMDK) lokal menghadapi tantangan dari produk impor dengan citra eksklusif.
Impor air dan es dari Arab Saudi dan negara-negara lain meningkat tajam bukan karena kekurangan suplai domestik, melainkan karena fenomena pasar: kebutuhan akan produk premium, branding eksklusif, dan kemudahan logistik akibat perjanjian dagang.
Mengapa orang kaya Indonesia memilih untuk minum air mineral dari pegunungan di Fiji hingga Alpen? Jawabannya jauh lebih kompleks daripada yang duga. Menurut laporan Alinea, air mineral impor yang masuk ke RI dianggap sebagai produk premium dan menjadi favorit di restoran bintang lima, hotel internasional, serta layanan katering penerbangan atau diplomatik.
Arab Saudi juga memiliki produk air unggulan, seperti Zamzam Water yang dikomersialisasikan secara terbatas, serta sejumlah air mineral botolan yang berasal dari pengeboran dalam dan pengolahan khusus di kawasan Taif dan Mekah. Merek seperti Nova Water dan Berain telah mulai masuk ke sejumlah negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Sementara itu, es dari Bahrain dan UEA juga bukan sembarang es. Produk ini banyak digunakan dalam kebutuhan industri makanan dan minuman kelas atas, termasuk untuk ekspor ulang produk olahan laut, penyimpanan spesifik untuk kedutaan, hingga event internasional.
Kebutuhan akan air mineral impor di Indonesia meningkat dalam lima bulan awal 2025. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan menunjukkan, nilai impor air mineral (HS 22011010) ke RI mencapai US$1,74 juta atau naik 148,48% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Negara pemasok terbesar datang dari Prancis, diikuti Fiji, Italia, dan Jepang. Arab Saudi sendiri eksportir air ke Indonesia dengan mengirim 24,4 ton air mineral, dengan nilai naik 268% secara tahunan.
Kondisi ini tentu mengundang tanya: mengapa Indonesia, negara dengan curah hujan tinggi dan sumber daya air melimpah, harus mengimpor air mineral dan es? Jawabannya adalah karena peningkatan hubungan dagang bilateral dengan Arab Saudi. Pada awal Juli 2025, Indonesia dan Arab Saudi menandatangani kesepakatan kerja sama senilai US$27 miliar, termasuk sektor logistik, pangan, hingga hospitality.
Peluang ini membuka arus perdagangan produk-produk terspesialisasi yang sebelumnya tidak dominan. Terbukanya jalur logistik langsung dari Jeddah dan Manama ke pelabuhan besar di Indonesia juga mempercepat distribusi barang-barang non-primer seperti air dan es. Biaya logistik yang makin efisien membuat margin distribusi makin tipis, memungkinkan restoran atau hotel premium mendatangkan produk luar negeri dengan harga lebih terjangkau.
Meski nilai impornya tergolong kecil dalam konteks total perdagangan, lonjakan persentase mencerminkan permintaan pasar yang berubah. Segmen premium air minum dalam kemasan (AMDK) lokal menghadapi tantangan dari produk impor dengan citra eksklusif.
Impor air dan es dari Arab Saudi dan negara-negara lain meningkat tajam bukan karena kekurangan suplai domestik, melainkan karena fenomena pasar: kebutuhan akan produk premium, branding eksklusif, dan kemudahan logistik akibat perjanjian dagang.