Gubernur BI Perry Warjiyo mengumumkan bahwa Bank Indonesia akan memberikan insentif likuiditas hingga 5,5 persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK) bagi perbankan yang proaktif menyalurkan kredit ke sektor prioritas dan cepat menurunkan suku bunga kredit. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya Bank Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Insentif likuiditas makroprudensial (KLM) ini akan berlaku mulai 1 Desember 2025 dan berbasis pada kinerja perbankan. Insentif yang diberikan terdiri dari insentif lending channel, yaitu paling tinggi sebesar 5 persen dari DPK, dan insentif interest rate channel, yaitu paling tinggi sebesar 0,5 persen dari DPK.
Insentif ini diarahkan pada kredit yang disalurkan bank ke sektor-sektor prioritas pemerintah, seperti pertanian, industri, dan hilirisasi; jasa, termasuk ekonomi kreatif; konstruksi, real estate, dan perumahan; dan/atau sektor UMKM, koperasi, inklusi dan berkelanjutan.
Gubernur BI juga menjelaskan bahwa besaran insentif yang diberikan kepada bank pada lending channel memperhitungkan faktor penyesuaian atas realisasi pertumbuhan kredit dibandingkan dengan komitmen pertumbuhan kredit/pembiayaan periode sebelumnya. Sedangkan pemberian insentif berdasarkan interest rate channel diukur berdasarkan kecepatan bank dalam menyesuaikan suku bunga pembiayaan barunya dengan arah suku bunga kebijakan Bank Indonesia.
Dengan demikian, bank yang lebih responsif menurunkan suku bunga kreditnya ketika BI memangkas BI Rate akan mendapatkan imbalan. Insentif ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan stabilitas keuangan sistem perbankan.
Insentif likuiditas makroprudensial (KLM) ini akan berlaku mulai 1 Desember 2025 dan berbasis pada kinerja perbankan. Insentif yang diberikan terdiri dari insentif lending channel, yaitu paling tinggi sebesar 5 persen dari DPK, dan insentif interest rate channel, yaitu paling tinggi sebesar 0,5 persen dari DPK.
Insentif ini diarahkan pada kredit yang disalurkan bank ke sektor-sektor prioritas pemerintah, seperti pertanian, industri, dan hilirisasi; jasa, termasuk ekonomi kreatif; konstruksi, real estate, dan perumahan; dan/atau sektor UMKM, koperasi, inklusi dan berkelanjutan.
Gubernur BI juga menjelaskan bahwa besaran insentif yang diberikan kepada bank pada lending channel memperhitungkan faktor penyesuaian atas realisasi pertumbuhan kredit dibandingkan dengan komitmen pertumbuhan kredit/pembiayaan periode sebelumnya. Sedangkan pemberian insentif berdasarkan interest rate channel diukur berdasarkan kecepatan bank dalam menyesuaikan suku bunga pembiayaan barunya dengan arah suku bunga kebijakan Bank Indonesia.
Dengan demikian, bank yang lebih responsif menurunkan suku bunga kreditnya ketika BI memangkas BI Rate akan mendapatkan imbalan. Insentif ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan stabilitas keuangan sistem perbankan.