Pada akhirnya, Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) menahan penurunan suku bunga acuan, yang disebut Fed Fund Rate (FFR), terlepas dari ketidakpastian kebijakan moneter di pasar dunia. Tindakan ini telah memicu aliran modal asing keluar dari negara-negara emerging market, termasuk Indonesia.
Menurut Gubernur BI, Perry Warjiyo, ketidakpastian kembali meningkat dipengaruhi oleh penurunan suku bunga kebijakan bank sentral AS yang dinilai pasar lebih berhati-hati. Pasar lebih berhati-hati karena kebijakan tarif yang menahan penurunan inflasi AS dan kondisi pasar tenaga kerja yang belum kuat akibat kebijakan imigrasi dan berhentinya aktivitas Pemerintah di AS.
Kebijakan ini membuat aliran modal global lebih banyak masuk ke komoditas emas dan aset keuangan AS sebagai safe haven asset. Hal ini memicu peningkatan harga emas dan penguatan indeks mata uang dolar AS (DXY). Sementara itu, aliran modal ke emerging market lebih terbatas ke pasar saham.
Perry Warjiyo menyatakan bahwa perkembangan ini memerlukan kewaspadaan dan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi dampak rambatan global, menjaga ketahanan eksternal, serta mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri. Oleh karena itu, BI menahan suku bunga acuan tetap berada di level 4,75 persen pada RDG November 2025.
Suku bunga Deposit Facility tetap di level 3,75 persen, dan suku bunga Lending Facility tetap di 5,50 persen. Kebijakan ini konsisten dengan fokus kebijakan jangka pendek pada stabilisasi nilai tukar Rupiah dan menarik aliran masuk investasi portofolio asing dari dampak meningkatnya ketidakepastian global.
Menurut Gubernur BI, Perry Warjiyo, ketidakpastian kembali meningkat dipengaruhi oleh penurunan suku bunga kebijakan bank sentral AS yang dinilai pasar lebih berhati-hati. Pasar lebih berhati-hati karena kebijakan tarif yang menahan penurunan inflasi AS dan kondisi pasar tenaga kerja yang belum kuat akibat kebijakan imigrasi dan berhentinya aktivitas Pemerintah di AS.
Kebijakan ini membuat aliran modal global lebih banyak masuk ke komoditas emas dan aset keuangan AS sebagai safe haven asset. Hal ini memicu peningkatan harga emas dan penguatan indeks mata uang dolar AS (DXY). Sementara itu, aliran modal ke emerging market lebih terbatas ke pasar saham.
Perry Warjiyo menyatakan bahwa perkembangan ini memerlukan kewaspadaan dan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi dampak rambatan global, menjaga ketahanan eksternal, serta mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri. Oleh karena itu, BI menahan suku bunga acuan tetap berada di level 4,75 persen pada RDG November 2025.
Suku bunga Deposit Facility tetap di level 3,75 persen, dan suku bunga Lending Facility tetap di 5,50 persen. Kebijakan ini konsisten dengan fokus kebijakan jangka pendek pada stabilisasi nilai tukar Rupiah dan menarik aliran masuk investasi portofolio asing dari dampak meningkatnya ketidakepastian global.