Biaya di Indonesia Stabil Dengan Kebijakan Moneter, Ternyata Apa yang Dilakukan BI?
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengungkapkan beberapa strategi moneter untuk menjaga stabilitas keuangan dan perekonomian Indonesia. BI telah melakukan penurunan suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin (bps) pada Juli, Agustus, dan September 2025, sehingga posisi suku bunga mencapai 4,75% per September 2025.
Langkah ini merupakan upaya BI untuk menurunkan imbal hasil atau yield SBN. Namun, BI juga harus mempertimbangkan efek transmisi moneter longgar yang telah ditempuh serta menjaga stabilitas nilai tukar. Perry mengatakan bahwa BI akan terus mencermati efek transmisi moneter ini dan memberikan sinyal penurunan suku bunga lebih lanjut ke depannya.
Selain itu, BI juga memperkuat strategi stabilitas nilai tukar rupiah didukung posisi cadangan devisa yang lebih dari cukup. Kebijakan BI menjaga stabilitas rupiah juga ditopang dengan intervensi di dalam negeri, intervensi NDF di pasar luar negeri, dan pembelian SBN di pasar sekunder untuk meningkatkan likuiditas.
BI juga mendorong langkah kebijakan moneter agar ekspansi likuiditas moneter melalui strategi promarket untuk memperkuat transmisi penurunan suku bunga dan mempercepat pendalaman pasar uang valas. Instrumen promarket BI ini termasuk Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), sekuritas valuta asing Bank Indonesia (SVBI), dan sukuk valuta asing Bank Indonesia (SUVBI).
Selain itu, BI juga telah memperluas underlying repo dengan surat berharga berkualitas lainnya, tidak hanya SBN. Menurut Perry, BI juga menggunakan surat berharga dari lembaga jasa keuangan yang didirikan pemerintah dalam rangka memperluas underlying repo ini.
Langkah keempat yang dilakukan BI adalah upaya membeli SBN di pasar sekunder. Ini merupakan bentuk sinergi erat BI dan pemerintah sejak Januari 2025. Hingga Oktober 2025, pembelian pasar sekunder debt switching pemerintah mencapai Rp 270 triliun.
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengungkapkan beberapa strategi moneter untuk menjaga stabilitas keuangan dan perekonomian Indonesia. BI telah melakukan penurunan suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin (bps) pada Juli, Agustus, dan September 2025, sehingga posisi suku bunga mencapai 4,75% per September 2025.
Langkah ini merupakan upaya BI untuk menurunkan imbal hasil atau yield SBN. Namun, BI juga harus mempertimbangkan efek transmisi moneter longgar yang telah ditempuh serta menjaga stabilitas nilai tukar. Perry mengatakan bahwa BI akan terus mencermati efek transmisi moneter ini dan memberikan sinyal penurunan suku bunga lebih lanjut ke depannya.
Selain itu, BI juga memperkuat strategi stabilitas nilai tukar rupiah didukung posisi cadangan devisa yang lebih dari cukup. Kebijakan BI menjaga stabilitas rupiah juga ditopang dengan intervensi di dalam negeri, intervensi NDF di pasar luar negeri, dan pembelian SBN di pasar sekunder untuk meningkatkan likuiditas.
BI juga mendorong langkah kebijakan moneter agar ekspansi likuiditas moneter melalui strategi promarket untuk memperkuat transmisi penurunan suku bunga dan mempercepat pendalaman pasar uang valas. Instrumen promarket BI ini termasuk Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), sekuritas valuta asing Bank Indonesia (SVBI), dan sukuk valuta asing Bank Indonesia (SUVBI).
Selain itu, BI juga telah memperluas underlying repo dengan surat berharga berkualitas lainnya, tidak hanya SBN. Menurut Perry, BI juga menggunakan surat berharga dari lembaga jasa keuangan yang didirikan pemerintah dalam rangka memperluas underlying repo ini.
Langkah keempat yang dilakukan BI adalah upaya membeli SBN di pasar sekunder. Ini merupakan bentuk sinergi erat BI dan pemerintah sejak Januari 2025. Hingga Oktober 2025, pembelian pasar sekunder debt switching pemerintah mencapai Rp 270 triliun.