DPR RI membuka ruang bagi masyarakat Aceh untuk menyuarakan aspirasi mereka dalam revisi UU Pemerintahan Aceh. Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Bob Hasan, mengingatkan bahwa partisipasi publik sangat penting agar perubahan undang-undang ini benar-benar mencerminkan kebutuhan dan harapan masyarakat Aceh masa kini.
Menurut Bob, revisi UU Pemerintahan Aceh tidak dimaksudkan untuk mengurangi kekhususan Aceh, melainkan untuk memperkuat pelaksanaan otonomi khusus agar lebih efektif, adaptif, dan berkeadilan. Ia menjelaskan bahwa UU Pemerintahan Aceh telah berlaku selama 19 tahun sejak diundangkan pada 1 Agustus 2006 dan menjadi landasan utama pelaksanaan otonomi khusus di Aceh.
Namun, seiring waktu, berbagai dinamika sosial, ekonomi, dan tata kelola pemerintahan menuntut adanya pembaruan. Bob berharap bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan atas UU Pemerintahan Aceh yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 dapat menjadi momentum memperkuat kemitraan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh.
Bob Hasan menegaskan bahwa hubungan antara pusat dan daerah harus saling menguatkan. Ia juga menjelaskan bahwa semangat revisi UU ini tidak boleh dipisahkan dari cita-cita yang tertuang dalam Pasal 18, 18A, dan 18B UUD 1945, yakni menjamin kemandirian daerah serta melindungi nilai-nilai tradisional masyarakat hukum adat.
Bob berharap bahwa proses revisi ini dapat menghasilkan regulasi yang lebih kuat dan relevan, serta memperkokoh semangat kebersamaan antara Aceh dan Pemerintah Pusat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menurut Bob, revisi UU Pemerintahan Aceh tidak dimaksudkan untuk mengurangi kekhususan Aceh, melainkan untuk memperkuat pelaksanaan otonomi khusus agar lebih efektif, adaptif, dan berkeadilan. Ia menjelaskan bahwa UU Pemerintahan Aceh telah berlaku selama 19 tahun sejak diundangkan pada 1 Agustus 2006 dan menjadi landasan utama pelaksanaan otonomi khusus di Aceh.
Namun, seiring waktu, berbagai dinamika sosial, ekonomi, dan tata kelola pemerintahan menuntut adanya pembaruan. Bob berharap bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan atas UU Pemerintahan Aceh yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 dapat menjadi momentum memperkuat kemitraan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh.
Bob Hasan menegaskan bahwa hubungan antara pusat dan daerah harus saling menguatkan. Ia juga menjelaskan bahwa semangat revisi UU ini tidak boleh dipisahkan dari cita-cita yang tertuang dalam Pasal 18, 18A, dan 18B UUD 1945, yakni menjamin kemandirian daerah serta melindungi nilai-nilai tradisional masyarakat hukum adat.
Bob berharap bahwa proses revisi ini dapat menghasilkan regulasi yang lebih kuat dan relevan, serta memperkokoh semangat kebersamaan antara Aceh dan Pemerintah Pusat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).