Bahlil Akui Pernah Bekerja di Bidang Tambang dan Nikel, Sekarang Minta Perubahan Pola Usaha Terkait Lingkungan
Dalam acara Talk Show Aksi Nyata untuk Bumi Lestari di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Bahlil Lahadalia menyampaikan rasa bersalahnya karena pernah menjadi pebisnis tambang dan nikel sebelum menjabat sebagai Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Menurut dia, kegiatan usaha di bidang pertambangan yang terus berkelanjutan memicu bencana alam seperti banjir dan longsor.
Bahlil mengakui bahwa dampak dari bisnis perusahaan pertambangan yang semakin besar itu adalah kerusakan lingkungan yang parah. "Saya merasa bersalah karena usaha saya dulunya main kayu sama tambang, yang berarti semua urusannya pasti nebang pohon," katanya.
Selain itu, mantan Menteri Investasi ini juga menyoroti bahwa masifnya pertambangan tidak hanya berdampak pada kerusakan lingkungan semata tetapi juga mengganggu kehidupan sosial masyarakat yang tinggal di sekitarnya. "Atas dasar pengalaman itu, dampaknya sekarang adalah apa yang terjadi ketika pertambangan, perkebunan tidak ditata dan dikelola secara baik," kata Bahlil.
Setelah menjabat sebagai Menteri ESDM, Bahlil bertekad untuk melakukan penataan secara total terhadap proses penambangan yang ramah lingkungan. Dia juga mendesak agar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) harus diperketat.
Bahlil menegaskan pihaknya mewajibkan semua perusahaan tambang untuk menyerahkan jaminan biaya reklamasi terlebih dahulu sebelum melakukan aktivitas tambang. Hal ini bertujuan agar perusahaan tidak hanya menambang, lalu pergi begitu saja tanpa memulihkan kembali hutan atau lingkungan yang rusak.
"Saya katakan untuk mereka sudah saatnya tidak boleh pengusaha mengatur negara. Yang mengatur pengusaha adalah negara," tuturnya.
Bahlil juga menekankan pentingnya melakukan penataan besar-besaran dalam pengelolaan pertambangan dengan memastikan agar perusahaan tambang menyerahkan jaminan biaya reklamasi sebelum melakukan aktivitas tambang.
Dalam acara Talk Show Aksi Nyata untuk Bumi Lestari di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Bahlil Lahadalia menyampaikan rasa bersalahnya karena pernah menjadi pebisnis tambang dan nikel sebelum menjabat sebagai Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Menurut dia, kegiatan usaha di bidang pertambangan yang terus berkelanjutan memicu bencana alam seperti banjir dan longsor.
Bahlil mengakui bahwa dampak dari bisnis perusahaan pertambangan yang semakin besar itu adalah kerusakan lingkungan yang parah. "Saya merasa bersalah karena usaha saya dulunya main kayu sama tambang, yang berarti semua urusannya pasti nebang pohon," katanya.
Selain itu, mantan Menteri Investasi ini juga menyoroti bahwa masifnya pertambangan tidak hanya berdampak pada kerusakan lingkungan semata tetapi juga mengganggu kehidupan sosial masyarakat yang tinggal di sekitarnya. "Atas dasar pengalaman itu, dampaknya sekarang adalah apa yang terjadi ketika pertambangan, perkebunan tidak ditata dan dikelola secara baik," kata Bahlil.
Setelah menjabat sebagai Menteri ESDM, Bahlil bertekad untuk melakukan penataan secara total terhadap proses penambangan yang ramah lingkungan. Dia juga mendesak agar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) harus diperketat.
Bahlil menegaskan pihaknya mewajibkan semua perusahaan tambang untuk menyerahkan jaminan biaya reklamasi terlebih dahulu sebelum melakukan aktivitas tambang. Hal ini bertujuan agar perusahaan tidak hanya menambang, lalu pergi begitu saja tanpa memulihkan kembali hutan atau lingkungan yang rusak.
"Saya katakan untuk mereka sudah saatnya tidak boleh pengusaha mengatur negara. Yang mengatur pengusaha adalah negara," tuturnya.
Bahlil juga menekankan pentingnya melakukan penataan besar-besaran dalam pengelolaan pertambangan dengan memastikan agar perusahaan tambang menyerahkan jaminan biaya reklamasi sebelum melakukan aktivitas tambang.