Ada yang janggal dalam lakon Bambangan, di mana Semar, Gareng, Petruk berbaris menghadap Raden Wijanarka. Di sana pun tidak ada Bagong seperti biasanya, sang anak bontot Semar. Mungkin ini merupakan salah satu bukti bahwa tokoh-tokohnya sudah mulai diganggu oleh kekuasaan kolonial Belanda.
Punakawan sering digunakan sebagai simbol filosofis guyon parikena atau "kejenakaan yang mengena". Lebih dari itu, para dalang gunakan Bagong dalam lakon-lakonnya sebagai representasi kritis kepada pemerintahan. Misalnya, ada dua lakon dari Ki Seno Nugroho yaitu “Bagong Mbrantas Korupsi” dan “Suara Bagong Suara Rakyat Kecil.”
Punakawan sering digunakan sebagai simbol filosofis guyon parikena atau "kejenakaan yang mengena". Lebih dari itu, para dalang gunakan Bagong dalam lakon-lakonnya sebagai representasi kritis kepada pemerintahan. Misalnya, ada dua lakon dari Ki Seno Nugroho yaitu “Bagong Mbrantas Korupsi” dan “Suara Bagong Suara Rakyat Kecil.”