Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) menggelar Rapat Koordinasi Perizinan Perumahan di Tangerang, Rabu (12/11), dengan tujuan mencari sinergi lintas kementerian untuk meningkatkan percepatan pembangunan rumah subsidi. Pertemuan ini dianggap sangat penting untuk mengatasinya perizinan yang telah memperlambat pengembangan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Kementerian PKP, Kemenko Infrastruktur, ATR/BPN, KLHK, Kemendagri, Kementan, serta pemerintah daerah dan asosiasi pengembang seperti REI, Apersi, Himpera, dan Asprumnas hadir di acara tersebut. Meskipun demikian, berbagai pihak yang hadir diharapkan dapat menemukan sinergi yang lebih kuat untuk mengurai masalah perizinan dan tata ruang.
Saat ini, salah satu masalah utama yang dihadapi oleh masyarakat MBR adalah ketidaksesuaian antara Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dengan peta Lahan Sawah Dilindungi (LSD). Masalah ini diungkapkan oleh Ketua DPD Apersi Banten, Safran Edi Harianto Siregar. Safran menolak bahwa beberapa wilayah di Banten masih menghadapi inkonsistensi penetapan LSD, sehingga proses perizinan dan pembangunan rumah subsidi terhambat.
Dalam keadaan yang sama, rakor lintas kementerian juga menyoroti kompleksitas lainnya seperti perizinan lingkungan, belum meratanya penerapan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan BPHTB gratis, serta lambatnya proses sertifikasi tanah. Safran menekankan bahwa hambatan-hambatan ini berpotensi mengganggu pembangunan rumah subsidi bagi MBR sekaligus menurunkan capaian target ekonomi nasional dan Program 3 Juta Rumah.
Untuk mengatasi masalah tersebut, BPOD Apersi Banten, Sabri Nurdin, berharap sinergi pusat dan daerah dapat menjadi kunci untuk mewujudkan hunian layak, terjangkau, dan berkelanjutan bagi masyarakat Indonesia.
Kementerian PKP, Kemenko Infrastruktur, ATR/BPN, KLHK, Kemendagri, Kementan, serta pemerintah daerah dan asosiasi pengembang seperti REI, Apersi, Himpera, dan Asprumnas hadir di acara tersebut. Meskipun demikian, berbagai pihak yang hadir diharapkan dapat menemukan sinergi yang lebih kuat untuk mengurai masalah perizinan dan tata ruang.
Saat ini, salah satu masalah utama yang dihadapi oleh masyarakat MBR adalah ketidaksesuaian antara Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dengan peta Lahan Sawah Dilindungi (LSD). Masalah ini diungkapkan oleh Ketua DPD Apersi Banten, Safran Edi Harianto Siregar. Safran menolak bahwa beberapa wilayah di Banten masih menghadapi inkonsistensi penetapan LSD, sehingga proses perizinan dan pembangunan rumah subsidi terhambat.
Dalam keadaan yang sama, rakor lintas kementerian juga menyoroti kompleksitas lainnya seperti perizinan lingkungan, belum meratanya penerapan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan BPHTB gratis, serta lambatnya proses sertifikasi tanah. Safran menekankan bahwa hambatan-hambatan ini berpotensi mengganggu pembangunan rumah subsidi bagi MBR sekaligus menurunkan capaian target ekonomi nasional dan Program 3 Juta Rumah.
Untuk mengatasi masalah tersebut, BPOD Apersi Banten, Sabri Nurdin, berharap sinergi pusat dan daerah dapat menjadi kunci untuk mewujudkan hunian layak, terjangkau, dan berkelanjutan bagi masyarakat Indonesia.