Kegagalan Timnas Indonesia lolos ke Piala Dunia 2026 menimbulkan banyak pertanyaan mengenai apa yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan performa tim nasional. Salah satu aspek penting yang harus dipertanyakan adalah visi dan road map yang dimiliki oleh PSSI (Penggemar Sepak Bola Indonesia). Visi yang jelas dan komprehensif akan membantu dalam membuat keputusan yang tepat dan mengarahkan timnas ke arah yang lebih baik.
Pemerhati sepak bola, Rossi Finza Noor, menilai bahwa sebelum Erick Thohir naik menjabat sebagai Ketua Umum PSSI, dia tidak menyatakan komitmen untuk meloloskan Timnas Indonesia ke Piala Dunia. Erick sempat mengubah pandangannya dan memutuskan untuk meningkatkan ambisinya dari 2038 menjadi 2026. Ini menunjukkan bahwa ada kekurangan visi yang jelas terkait arah dan pengembangan tim nasional.
Sementara itu, pengamat sepak bola Aun Rahman berpendapat bahwa kegagalan Indonesia kali ini lebih disebabkan oleh tidak adanya visi yang jelas terkait arah dan pengembangan tim nasional. Ketiadaan visi tersebut berdampak langsung pada sejumlah keputusan penting, termasuk keputusan untuk mengganti pelatih di tengah perjalanan kualifikasi.
Selain itu, Aun juga menilai bahwa PSSI memiliki tabiat gonta-ganti pelatih yang cukup getol. Dalam kurun waktu 16 tahun terakhir, tercatat 15 nama yang pernah menukangi tim nasional senior. Menariknya, dari semua sosok yang pernah menukangi timnas dalam periode itu, hanya segelintir pelatih saja yang sanggup bertahan lebih dari 2 tahun.
Pergantian Shin Tae-yong dengan Patrick Kluivert menimbulkan pertanyaan besar mengenai arah dan target PSSI. Menurut Rossi, meskipun Shin Tae-yong memiliki kekurangan, penggantinya seharusnya memiliki kualitas yang setidaknya setara atau lebih baik.
Naturalisasi seharusnya menjadi suplemen, bukan fondasi utama, menekankan Aun. Ia berpendapat bahwa kebijakan ini harus diimplementasikan dengan benar dan tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk mengabaikan perbaikan kompetisi dan pembinaan usia duni yang sehat.
Jika ingin meningkatkan performa tim nasional, Aun menekankan pentingnya momentum perbaikan menyeluruh sepak bola nasional. Kegagalan Indonesia lolos ke Piala Dunia 2026 bisa menjadi momentum perubahan besar dalam pengembangan sepak bola nasional. Ia berpendapat bahwa Jepang yang gagal lolos ke Piala Dunia 1994 dalam peristiwa "Agony of Doha" atau saat gol penyeimbang Irak di injury time menggagalkan kemenangan Jepang dan peluang mereka tampil di Piala Dunia untuk pertama kalinya.
Jepang kemudian mengambil langkah konkret dengan memperkuat infrastruktur sepak bola, khususnya melalui pengembangan liga profesional (J.League) dan sistem pembinaan usia muda yang terstruktur. Kedua aspek ini menjadi fokus utama mereka di tahap awal reformasi.
Dalam kesimpulan, kegagalan Timnas Indonesia lolos ke Piala Dunia 2026 menimbulkan banyak pertanyaan mengenai apa yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan performa tim nasional. Salah satu aspek penting yang harus dipertanyakan adalah visi dan road map yang dimiliki oleh PSSI.
Pemerhati sepak bola, Rossi Finza Noor, menilai bahwa sebelum Erick Thohir naik menjabat sebagai Ketua Umum PSSI, dia tidak menyatakan komitmen untuk meloloskan Timnas Indonesia ke Piala Dunia. Erick sempat mengubah pandangannya dan memutuskan untuk meningkatkan ambisinya dari 2038 menjadi 2026. Ini menunjukkan bahwa ada kekurangan visi yang jelas terkait arah dan pengembangan tim nasional.
Sementara itu, pengamat sepak bola Aun Rahman berpendapat bahwa kegagalan Indonesia kali ini lebih disebabkan oleh tidak adanya visi yang jelas terkait arah dan pengembangan tim nasional. Ketiadaan visi tersebut berdampak langsung pada sejumlah keputusan penting, termasuk keputusan untuk mengganti pelatih di tengah perjalanan kualifikasi.
Selain itu, Aun juga menilai bahwa PSSI memiliki tabiat gonta-ganti pelatih yang cukup getol. Dalam kurun waktu 16 tahun terakhir, tercatat 15 nama yang pernah menukangi tim nasional senior. Menariknya, dari semua sosok yang pernah menukangi timnas dalam periode itu, hanya segelintir pelatih saja yang sanggup bertahan lebih dari 2 tahun.
Pergantian Shin Tae-yong dengan Patrick Kluivert menimbulkan pertanyaan besar mengenai arah dan target PSSI. Menurut Rossi, meskipun Shin Tae-yong memiliki kekurangan, penggantinya seharusnya memiliki kualitas yang setidaknya setara atau lebih baik.
Naturalisasi seharusnya menjadi suplemen, bukan fondasi utama, menekankan Aun. Ia berpendapat bahwa kebijakan ini harus diimplementasikan dengan benar dan tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk mengabaikan perbaikan kompetisi dan pembinaan usia duni yang sehat.
Jika ingin meningkatkan performa tim nasional, Aun menekankan pentingnya momentum perbaikan menyeluruh sepak bola nasional. Kegagalan Indonesia lolos ke Piala Dunia 2026 bisa menjadi momentum perubahan besar dalam pengembangan sepak bola nasional. Ia berpendapat bahwa Jepang yang gagal lolos ke Piala Dunia 1994 dalam peristiwa "Agony of Doha" atau saat gol penyeimbang Irak di injury time menggagalkan kemenangan Jepang dan peluang mereka tampil di Piala Dunia untuk pertama kalinya.
Jepang kemudian mengambil langkah konkret dengan memperkuat infrastruktur sepak bola, khususnya melalui pengembangan liga profesional (J.League) dan sistem pembinaan usia muda yang terstruktur. Kedua aspek ini menjadi fokus utama mereka di tahap awal reformasi.
Dalam kesimpulan, kegagalan Timnas Indonesia lolos ke Piala Dunia 2026 menimbulkan banyak pertanyaan mengenai apa yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan performa tim nasional. Salah satu aspek penting yang harus dipertanyakan adalah visi dan road map yang dimiliki oleh PSSI.