Bumi Bakau Berantai: Apa yang Dipikirkan Raperda KTR tentang Industri Tembakau?
Dalam upaya untuk melindungi hak kesehatan masyarakat, Pemerintah Daerah DKI Jakarta (PDRJ) berencana mengeluarkan Peraturan Daerah (Raperda) terkait penjualan rokok. Hasil finalisasi Panitia Khusus (Pansus) Raperda ini telah menentukan beberapa pasal yang dianggap memberatkan para pelaku usaha, seperti larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah dan tempat bermain anak, perluasan kawasan tanpa rokok hingga pasar tradisional dan modern, serta larangan penjualan rokok eceran.
Namun, apa yang dipikirkan oleh pelaku usaha ini? Menurut Afifi, Ketua Sub Kelompok Peraturan Perundang-undangan Bidang Kesehatan Rakyat Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta, aspirasi pedagang kecil dan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) tetap didengarkan. Ia juga menyatakan bahwa Raperda ini tidak akan merugikan para pelaku usaha.
Afifi menekankan bahwa eksekutif bakal memetakan masukan dari seluruh pihak, termasuk dari pelaku usaha. Kemudian, masukan itu akan dirapatkan bersama dengan Satpol PP (Satuan Penegakan Pidana Pemerintah Daerah) dan pihak terkait lainnya. Ia juga mengingatkan bahwa prinsip utamanya adalah membuat Raperda yang aspiratif, demokratis, dan meminimalisir kegaduhan di masyarakat.
Jadi, apa yang akan terjadi selanjutnya? Bagaimana Raperda KTR ini akan melindungi hak kesehatan tanpa merugikan industri tembakau? Apakah pelaku usaha dapat menyesuaikan diri dengan peraturan baru ini? Pertanyaan-pertanyaan ini masih tetap di antara kita, tetapi satu hal pasti, Raperda KTR ini akan menjadi titik perhatian bagi pemerintah dan masyarakat.
Dalam upaya untuk melindungi hak kesehatan masyarakat, Pemerintah Daerah DKI Jakarta (PDRJ) berencana mengeluarkan Peraturan Daerah (Raperda) terkait penjualan rokok. Hasil finalisasi Panitia Khusus (Pansus) Raperda ini telah menentukan beberapa pasal yang dianggap memberatkan para pelaku usaha, seperti larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah dan tempat bermain anak, perluasan kawasan tanpa rokok hingga pasar tradisional dan modern, serta larangan penjualan rokok eceran.
Namun, apa yang dipikirkan oleh pelaku usaha ini? Menurut Afifi, Ketua Sub Kelompok Peraturan Perundang-undangan Bidang Kesehatan Rakyat Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta, aspirasi pedagang kecil dan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) tetap didengarkan. Ia juga menyatakan bahwa Raperda ini tidak akan merugikan para pelaku usaha.
Afifi menekankan bahwa eksekutif bakal memetakan masukan dari seluruh pihak, termasuk dari pelaku usaha. Kemudian, masukan itu akan dirapatkan bersama dengan Satpol PP (Satuan Penegakan Pidana Pemerintah Daerah) dan pihak terkait lainnya. Ia juga mengingatkan bahwa prinsip utamanya adalah membuat Raperda yang aspiratif, demokratis, dan meminimalisir kegaduhan di masyarakat.
Jadi, apa yang akan terjadi selanjutnya? Bagaimana Raperda KTR ini akan melindungi hak kesehatan tanpa merugikan industri tembakau? Apakah pelaku usaha dapat menyesuaikan diri dengan peraturan baru ini? Pertanyaan-pertanyaan ini masih tetap di antara kita, tetapi satu hal pasti, Raperda KTR ini akan menjadi titik perhatian bagi pemerintah dan masyarakat.