Kasus Jusuf Kalla Menjadi Titik Balik: Negara Tidak Boleh Kalah dari Mafia Tanah
Jika kasus Jusuf Kalla menimpa mantan Wakil Presiden, negara ini tidak boleh kalah lagi. Dalam kasus mafia tanah yang dialami oleh Pak Jusuf Kalla, Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Gerindra Azis Subekti menyerukan tindakan tegas dari pemerintah.
Menurut Azis, tanah harus kembali pada fungsi aslinya yaitu memberikan kepastian hidup yang adil bagi seluruh rakyat. Beliau juga menegaskan bahwa sengketa yang terjadi menunjukkan bahwa persoalan mafia tanah dan carut-marut administrasi pertanahan bukan sekedar isu di media, tetapi kenyataan yang dapat menimpa siapa saja.
Kalau seorang mantan Wakil Presiden saja bisa menjadi korban maladministrasi, maka risiko bagi petani, nelayan, dan warga biasa jauh lebih besar. Banyak dari mereka tidak memiliki kemampuan hukum, akses informasi, atau jaringan politik untuk memperjuangkan haknya. Di sinilah negara harus hadir secara aktif, bukan pasif.
Dalam kasus sertifikat ganda yang menimpa Jusuf Kalla, Azis menolak menitikberatkan kasus tunggal dan lebih memandang sebagai produk administrasi lama Badan Pertanahan Nasional (BPN). Beliau juga mengutip data nasional pada 2024 yang mencatat sekitar 11.083 sengketa tanah, 506 konflik, dan 24.120 perkara pertanahan dengan penyelesaian baru sekitar 46,88 persen.
Dengan demikian, Azis menegaskan bahwa lebih dari separuh masalah pertanahan masih menggantung dan berpotensi menjadi sumber ketidakpastian hukum maupun konflik sosial di masa depan.
Jika kasus Jusuf Kalla menimpa mantan Wakil Presiden, negara ini tidak boleh kalah lagi. Dalam kasus mafia tanah yang dialami oleh Pak Jusuf Kalla, Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Gerindra Azis Subekti menyerukan tindakan tegas dari pemerintah.
Menurut Azis, tanah harus kembali pada fungsi aslinya yaitu memberikan kepastian hidup yang adil bagi seluruh rakyat. Beliau juga menegaskan bahwa sengketa yang terjadi menunjukkan bahwa persoalan mafia tanah dan carut-marut administrasi pertanahan bukan sekedar isu di media, tetapi kenyataan yang dapat menimpa siapa saja.
Kalau seorang mantan Wakil Presiden saja bisa menjadi korban maladministrasi, maka risiko bagi petani, nelayan, dan warga biasa jauh lebih besar. Banyak dari mereka tidak memiliki kemampuan hukum, akses informasi, atau jaringan politik untuk memperjuangkan haknya. Di sinilah negara harus hadir secara aktif, bukan pasif.
Dalam kasus sertifikat ganda yang menimpa Jusuf Kalla, Azis menolak menitikberatkan kasus tunggal dan lebih memandang sebagai produk administrasi lama Badan Pertanahan Nasional (BPN). Beliau juga mengutip data nasional pada 2024 yang mencatat sekitar 11.083 sengketa tanah, 506 konflik, dan 24.120 perkara pertanahan dengan penyelesaian baru sekitar 46,88 persen.
Dengan demikian, Azis menegaskan bahwa lebih dari separuh masalah pertanahan masih menggantung dan berpotensi menjadi sumber ketidakpastian hukum maupun konflik sosial di masa depan.