Dalam perundingan iklim COP30 yang sedang berlangsung di Belem, Brasil, ribuan aktivis lingkungan dan Masyarakat Adat turun ke jalan untuk menuntut partisipasi bermakna dalam mengatasi krisis iklim. Mereka menyampaikan pesan dan tuntutan dalam perundingan iklim COP30 seperti perlindungan wilayah adat, partisipasi bermakna dalam mengatasi krisis iklim, perlindungan hak, hutan adat dan penghentian pemakaian energi fosil.
Masyarakat Adat di Indonesia juga turut hadir dalam aksi ini, menegaskan peran penting mereka dalam mengatasi krisis iklim. Mereka menyampaikan pesan bahwa 70 persen Masyarakat Adat di seluruh dunia telah ditindas dan meminta pemerintah untuk mengakui dan melindungi hak-hak Masyarakat Adat.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi menekankan bahwa perundingan iklim COP30 masih menafikan, meninggalkan dan meminggirkan peran Masyarakat Adat dalam mengatasi krisis iklim. Dia juga menuntut pemerintah untuk segera mengakui dan melindungi hak-hak Masyarakat Adat, serta menyahkan RUU Masyarakat Adat.
Pada aksi ini juga hadir Masyarakat Adat Papua yang ingin menegaskan bahwa Tanah Papua memiliki kehidupan, sejarah, budaya, dan sumber daya alam yang kaya. Mereka juga meminta pemerintah untuk tidak melakukan konversi hutan berskala besar demi kepentingan komersial.
Sonia Guajajara, Menteri Masyarakat Adat Brasil, menyambut baik alokasi 20 persen dana Tropical Forest Forever Facility (TFFF) bagi Masyarakat Adat. Dia berharap Masyarakat Adat bisa bersatu memperluas dan memperkuat partisipasi kualitatif Masyarakat Adat dalam menghadapi masalah global.
Namun, Indonesia masih belum memiliki peraturan yang jelas tentang perlindungan hak-hak Masyarakat Adat. Pengesahan RUU Masyarakat Adat sebagai bentuk perlindungan terhadap hak-hak Masyarakat Adat belum disahkan hingga saat ini.
Masyarakat Adat di Indonesia juga turut hadir dalam aksi ini, menegaskan peran penting mereka dalam mengatasi krisis iklim. Mereka menyampaikan pesan bahwa 70 persen Masyarakat Adat di seluruh dunia telah ditindas dan meminta pemerintah untuk mengakui dan melindungi hak-hak Masyarakat Adat.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi menekankan bahwa perundingan iklim COP30 masih menafikan, meninggalkan dan meminggirkan peran Masyarakat Adat dalam mengatasi krisis iklim. Dia juga menuntut pemerintah untuk segera mengakui dan melindungi hak-hak Masyarakat Adat, serta menyahkan RUU Masyarakat Adat.
Pada aksi ini juga hadir Masyarakat Adat Papua yang ingin menegaskan bahwa Tanah Papua memiliki kehidupan, sejarah, budaya, dan sumber daya alam yang kaya. Mereka juga meminta pemerintah untuk tidak melakukan konversi hutan berskala besar demi kepentingan komersial.
Sonia Guajajara, Menteri Masyarakat Adat Brasil, menyambut baik alokasi 20 persen dana Tropical Forest Forever Facility (TFFF) bagi Masyarakat Adat. Dia berharap Masyarakat Adat bisa bersatu memperluas dan memperkuat partisipasi kualitatif Masyarakat Adat dalam menghadapi masalah global.
Namun, Indonesia masih belum memiliki peraturan yang jelas tentang perlindungan hak-hak Masyarakat Adat. Pengesahan RUU Masyarakat Adat sebagai bentuk perlindungan terhadap hak-hak Masyarakat Adat belum disahkan hingga saat ini.